Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Terbitkan Taksonomi Hijau, OJK Tuntut Sektor Bisnis Perhatikan Aspek Lingkungan

Redaksi
×

Terbitkan Taksonomi Hijau, OJK Tuntut Sektor Bisnis Perhatikan Aspek Lingkungan

Sebarkan artikel ini

Taksonomi Hijau adalah dokumen yang dibuat agar sektor bisnis benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan dan bukan hanya pencitraan.

BARISAN.CO Otoritas Jasa Keuangan (OJK) minggu lalu merilis dokumen berjudul Taksonomi Hijau Indonesia. Pedoman setebal 50 halaman ini berisi penjelasan tentang sektor ekonomi mana saja yang sudah dan belum layak disebut ramah lingkungan.

Secara ringkas, ada 3 klasifikasi sektor ekonomi yang diuraikan dalam pedoman ini: hijau, kuning, dan merah.

Klasifikasi hijau berarti sebuah sektor ekonomi telah memiliki aktivitas yang terbukti tidak merugikan, telah menerapkan pengamanan, berdampak positif terhadap lingkungan, dan selaras dengan tujuan ekonomi berkelanjutan.

Klasifikasi kuning berarti sebuah sektor ekonomi dinilai tidak merugikan lingkungan. Sementara bisnis berklasifikasi merah berarti ia menjalankan aktivitas berbahaya dan berdampak buruk bagi lingkungan.

Kenapa klasifikasi ini penting, sebab OJK masih menemukan banyak pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat. Di dunia keuangan, pelaporan ini dikenal dengan istilah greenwashing.

Greenwashing bisa juga berarti citra ramah lingkungan yang ditunjukkan sebuah perusahaan tanpa benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan.

Belakangan ini, tidak sedikit perusahaan Indonesia melakukan greenwashing. Tujuan mereka antara lain adalah agar mudah mendapat kredit/investasi dari sektor jasa keuangan. Sebagaimana diketahui, dewasa ini memang banyak jasa keuangan yang lebih memberi kemudahan pembiayaan terhadap perusahaan yang punya kepedulian terhadap lingkungan.

Di titik inilah, menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, pedoman yang ada dalam Taksonomi Hijau menjadi penting. Taksonomi Hijau bisa menjadi pedoman bagi investor, perbankan, pemerintah, atau lembaga internasional menilai sejauh mana sebuah bisnis menjalankan prinsip ramah lingkungan.

“Dalam taksonomi hijau yang kami susun, kami mengkaji 2.733 klasifikasi sektor dan subsektor ekonomi. Di mana 919 di antaranya telah kami konfirmasi oleh kementerian terkait”. Kata Wimboh dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2022, di Jakarta Convention Center, Kamis (20/1/2022).

Dia menyebutkan, Indonesia akan menjadi salah satu dari beberapa negara dan kawasan yang memiliki susunan taksonomi untuk sektor ekonomi hijau ini, menyusul China, Uni Eropa, dan ASEAN.

“[Taksonomi Hijau] akan jadi pedoman menyusun kebijakan oleh berbagai kementerian dan lembaga, termasuk di dalamnya OJK, yang sudah dimulai dengan ATMR yang lebih rendah kredit kepada kendaraan berbasis baterai,” terangnya.

Klasifikasi Masih dapat Berubah

Selain sebagai dasar menyusun insentif dan disinsentif, Wimboh juga berharap Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 ini dapat jadi pedoman keterbukaan informasi, manajemen risiko, dan pengembangan produk dan/atau jasa keuangan berkelanjutan.

“Pengembangan Taksonomi Hijau Indonesia diharapkan dapat memberikan gambaran atas klasifikasi suatu sektor/subsektor yang telah dikategorikan hijau dengan mengadopsi prinsip berbasis ilmiah,” kata dia.

Namun, Wimboh mengatakan, Taksonomi Hijau Indonesia akan menghadapi tantangan pengembangan ke depan.

Salah satunya berkaitan dengan kebutuhan pemahaman dan pendekatan yang beragam dalam penentuan ambang batas kriteria hijau.

“Hal ini perlu dikoordinasikan secara berkesinambungan. Dokumen Taksonomi Hijau Indonesia merupakan living document. Akan berubah apabila ada tambahan atau pengurangan sektor ekonomi yang memenuhi kriteria hijau yang disebabkan, antara lain, penambahan kegiatan usaha baru, perubahan standar dan kebijakan, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi,” kata Wimboh Santoso. [dmr]