Kebahagiaan
Cobalah paksakan diri untuk tersenyum selama 30 detik mulai dari sekarang. Lakukan pula ketika kita mengalami kemalangan. Dengan membiasakan tersenyum, tidak peduli bagaimana perasaan kita saat itu, di dalam tubuh kita akan terjadi reaksi-reaksi kimia yang dapat membuat kita merasa bahagia.
Dapat merubah keadaan
Jika kita merasa putus asa, marah atau bosan, sebuah senyuman akan mengubah keadaan emosi kita menjadi lebih positif. Dan sebuah keadaan yang positif tidak hanya membuat hidup kita lebih menyenangkan tetapi juga membuka segala kemungkinan lain dalam pikiran kita. Kita akan melihat dunia dengan cara yang berbeda melalui lensa kebahagiaan. Dari situ kita dapat mulai membangun sederetan tindakan yang positif dan berinterasksi dengan banyak orang setiap harinya.
Turut mengubah keadaan orang lain
Jika kita berjalan ke dalam sebuah ruangan atau menuju ke sebuah toko dengan senyuman di wajah kita, akan membuat semuanya berbeda. Semua orang akan berbalik tersenyum pada kita. Hal ini akan banyak membantu mencairkan setiap ketegangan atau kekakuan yang ada. Interaksi kita akan lebih terbuka, santai dan penuh dengan kegembiraan.
Tersenyum? Apa ruginya?
Ketika memilih antara mengerutkan dahi, ekspresi kosong atau tersenyum, tampaknya pilihan terakhir adalah pilihan yang paling produktif dan positif, bukankah demikian?
Seringkali kita lupa untuk tersenyum atau mungkin kita tidak terlalu suka untuk tersenyum. Tapi jika kita berusaha untuk menggunakan senyuman kita sesering mungkin, kita lama-kelamaan akan mempunyai kebiasaan yang baru, kebiasaan yang jauh lebih positif.
Dengan membiasakan diri untuk tersenyum, maka otot tersenyum kita akan menjadi lebih kuat daripada otot untuk mengerutkan dahi kita, sehingga lama kelamaan kita akan lebih mudah untuk tersenyum daripada melakukan hal yang sebaliknya.
Pada dasarnya tidak ada alasan untuk tidak tersenyum, terlebih terhadap sesama. Jelas karena aktivitas ini nol biaya alias tak berbayar, jadi siapapun sangat mudah melakukannya. Tapi ingat senyumnya jangan kelewatan, bisa-bisa nanti dikira orang gila.
Penulis: Alfin Hidayat