Scroll untuk baca artikel
Opini

Literasi Demokrasi bagi Pemilih Milenial

Redaksi
×

Literasi Demokrasi bagi Pemilih Milenial

Sebarkan artikel ini

PEMILIH pada Pemilu Nasional Serentak maupun Pilkada Serentak 2024 akan didominasi kelompok milenial. Ini artinya, pemilih milenial berpotensi sangat menentukan proses, hasil dan kualitas Pemilu. Agar ekspektasi tersebut terwujud, perlu dilakukan penguatan literasi demokrasi secara komprehensif, dan professional oleh pemangku kepentingan Pemilu khususnya KPU dan Bawaslu. Sementara dari pemilih milenial sendiri harus memiliki pemahaman dan kesadaran untuk berpartisipasi dalam mewujudkan Pemilu yang Luber dan Jurdil, baik secara wacana maupun aksi/perilaku.  

Sedikit ilustrasi mengenai potret kaum milenial kontemporer, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan  pada 2024 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318,9 juta jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 21,73 juta penduduk berusia 15-19 tahun; 21,94 juta penduduk berada di rentang usia 20-24 tahun; penduduk berusia 25-29 tahun dan 30-34 tahun masing-masing sebanyak 21,73 juta orang dan 21,46 juta orang, dan 21,04 juta orang berada di rentang umur 35-39 tahun.

Lembaga Penyelenggara Pemilu yakni: KPU RI juga menyebut, pada Pemilu Serentak 2024 bakal didominasi oleh pemilih muda, atau pemilih yang berusia maksimum 40 tahun pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024. Proporsinya sekitar 53-55 persen, atau 107-108 juta dari total jumlah pemilih di Indonesia.

Sebagai informasi, KPU telah menerima Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Dalam Negeri pada Desember 2022. Dalam data kependudukan per semester 1 tahun 2022 yang sudah diverifikasi Kemendagri, total terdapat 204 juta penduduk potensial pemilih pada Pemilu 2024. Penduduk yang masuk dalam DP4 adalah WNI yang akan berusia 17 tahun atau lebih pada hari H Pemilu 2024 dan bukan anggota TNI/Polri.

Sementara Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memperkirakan Pemilu 2024 bakal didominasi generasi Z yang berada di rentang usia 17-39 tahun. Atau mendekati 60% dari total pemilih, atau sekitar 190 juta warga.  Sedangkan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas menyebut, jumlah pemilih generasi z dan milenial mencapai sekitar 53,8% dari total pemilih. Dari berbagai sumber data tersebut, tersimpulkan pada Pemilu Serentak 2024  didominasi oleh pemilih milenial.

Kategorisasi Pemilih Milenial

Secara kategoris,  ahli pemasaran politik Firmanzah (2012) membagi kategori pemilih ke dalam empat tipe,  yaitu: pertama pemilih rasional. Yakni: tipe pemilih yang memiliki orientasi yang tinggi pada policy-problem-solving dan rendah terhadap faktor ideologi. Lalu kedua pemilih kritis. Yakni: gabungan antara rasionalitas dan pentingnya ideologi.

Ketiga pemilih tradisional. Yakni: tipe pemilih yang memiliki orientasi tinggi terhadap ideologi namun tidak mementingkan kebijakan partai politik dalam mengambil keputusan. Keempat, pemilih skeptis. Yakni: tipe pemilih yang tidak memiliki orientasi terhadap ideologi dan tidak menjadikan program sebagai hal penting dalam menentukan pilihan.

Sementara Tim Peneliti dari Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) pada 2019 melakukan penelitian perihal milenial di berbagai kota. Hasilnya terdapat menjadi empat karakter, yaitu: DoubtfulnessOpen mindedModest, dan Apatethic. Doubtfulness adalah generasi milenial yang masih belum menentukan pilihan.

Sedangkan open minded adalah pemilih yang memiliki partisipasi dan pengetahuan tinggi terkait politik. Modest adalah  pemilih yang memilih beradasarkan peer atau orang terdekat.  Sementara apatethic adalah pemilih yang memiliki karakter belum memiliki pilihan. Selain itu, pemilih seperti ini cenderung kurang peduli terhadap perpolitikan.