Scroll untuk baca artikel
Blog

Toyotomi Hideyoshi, Samurai tanpa Pedang yang Menyatukan Jepang

Redaksi
×

Toyotomi Hideyoshi, Samurai tanpa Pedang yang Menyatukan Jepang

Sebarkan artikel ini
Menggantikan Nobunaga

Di situasi perang, kabar kematian Oda Nobunaga memunculkan tanya yang perlu segera dijawab: siapa penggantinya?

Rapat para pembesar pun dilakukan. Berkat prestasi yang luar biasa serta dukungan dari beberapa pembesar senior, Hideyoshi mendapat kesempatan memimpin pertemuan yang dilangsungkan di Benteng Kiyosu itu.

Karena anak pertama Nobunaga, Nobutada, sudah tewas dalam perang, sebagian pembesar mengusulkan anak ketiga Oda Nobunaga, Nobutaka, untuk menggantikan ayahnya.

Namun, Hideyoshi sebagai pimpinan sidang menyarankan agar pengganti tetap sesuai garis keturunan anak pertama. Hideyoshi mengajukan nama Sanbōshi (cucu Nobunaga, anak Nobutada) yang pada saat itu baru berusia 2 tahun. Usul Hideyoshi diterima? Usul Hideyoshi diterima.

Bukan hanya itu, Hideyoshi juga mengajukan diri sebagai pelindung dan pendamping Sanbōshi yang masih balita itu. Pengajuan Hideyoshi ini pun juga diterima.

Praktis secara de facto, Hideyoshi lah yang mengendalikan kepemimpinan pada saat itu. Ini dinilai sebagai kecerdasan politik Hideyoshi. Ia berhasil mengambil banyak keuntungan di tengah krisis suksesi Nobunaga.

Dalam rentang 3 tahun setelah kematian Nobunaga, Hideyoshi berhasil menguasai separuh wilayah Jepang yang merupakan daerah terpadat dan juga terkaya. Termasuk wilayah seluas 38.600 kilometer persegi yang belum pernah terjamah pengaruh Nobunaga (Tim Clark, 126:2009). Yang menarik, Hideyoshi menguasai itu semua lebih banyak dengan cara-cara diplomasi, quid pro quo.

Karier politik Toyotomi Hideyoshi tidak berhenti di situ. Pada tahun 1585, ia secara resmi ditunjuk menjabat Wakil Kaisar Jepang (kampuku). Ia menjadi orang pertama dalam sejarah yang menempati posisi ini tanpa predikat darah biru.

Dalam kepemerintahannya sebagai Wakil Kaisar, Hideyoshi lebih banyak membuat prakarsa-prakarsa sipil daripada mengejar kemenangan di medan perang.

Bahkan pada tahun 1588, sebagaimana dicatat Tim Clark, Hideyoshi memberlakukan kebijakan penyitaan senjata. Hal ini semakin menegaskan keberpihakannya kepada cara-cara sipil dalam menyelesaikan masalah. Oleh itu Toyotomi Hideyoshi terkenal sebagai ‘Samurai tanpa Pedang’.

Sampai hari ini, semua anak sekolah di Jepang mengenal nama Hideyoshi sejajar dengan dua pemimpin besar lainnya: Oda Nobunaga dan Tokugawa Ieyasu. Sering kali, tiga nama ini diajarkan lewat puisi singkat (haiku) agar anak-anak dapat memahami perbedaan kepribadian ketiganya. Kira-kira puisi itu berbunyi:

“Nakanu nara / koroshite shimae / hototogisu (Kalau burung tekukur tidak berkicau, Nobunaga membunuhnya)”

“Nakanu nara / nakasete miseyou / hototogisu (Kalau burung tekukur tidak berkicau, Hideyoshi membuatnya berkicau)”

“Nakanu nara / naku made matou / hototogisu (Kalau burung tekukur tidak berkicau, Ieyasu menunggunya berkicau)”

Ada sekian penjelasan atas tiga kepribadian yang muncul dalam puisi itu. yang terang, baik itu Nobunaga, Hideyoshi, dan Ieyasu, sedikit banyak ikut membentuk sikap dan pandangan orang-orang Jepang di masa berikutnya. Terutama dalam konteks ini adalah Toyotomi Hideyoshi, yang membuktikan mobilitas vertikal bukanlah perkara mustahil terwujud.