Singkat hayat, setelah berhasil meyakinkan dirinya mampu, akhirnya Hideyoshi diterima oleh Oda Nobunaga. Tugas pertama Hideyoshi adalah membawakan sandal. Setiap Nobunaga bertolak melakukan ekspedisi militer, mengawasi daerah taklukan, atau berdiplomasi, Hideyoshi selalu membersamainya sambil membawakan sandal milik tuannya itu.
“Sebagai seorang pelayan, sebagian besar tugasku adalah mengurus kebutuhan pribadi Tuan Nobunaga, dan aku berjuang untuk mengambil perhatian dari kinerja yang kuberikan,” Kata Hideyoshi, sebagaimana diinterpretasikan Tim Clark dalam bukunya (36:2009).
Oda Nobunaga selalu terkesan dengan kinerja Hideyoshi. Secara bertahap, ia pun selalu memberikan Hideyoshi tugas-tugas baru—yang hampir semuanya selesai dengan baik.
Terutama, ketika perang membutuhkan biaya mahal (di manapun perang memang makan biaya), Hideyoshi mampu melakukan pekerjaan-pekerjaannya dengan pengeluaran sesedikit mungkin. Hideyoshi lekas menjelma sebagai kepercayaan Nobunaga, sampai Nobunaga terbunuh oleh musuh dalam Peristiwa Honnōji pada tahun 1582.
Menggantikan Nobunaga
Di situasi perang, kabar kematian Oda Nobunaga memunculkan tanya yang perlu segera dijawab: siapa penggantinya?
Rapat para pembesar pun dilakukan. Berkat prestasi yang luar biasa serta dukungan dari beberapa pembesar senior, Hideyoshi mendapat kesempatan memimpin pertemuan yang dilangsungkan di Benteng Kiyosu itu.
Karena anak pertama Nobunaga, Nobutada, sudah tewas dalam perang, sebagian pembesar mengusulkan anak ketiga Oda Nobunaga, Nobutaka, untuk menggantikan ayahnya.
Namun, Hideyoshi sebagai pimpinan sidang menyarankan agar pengganti tetap sesuai garis keturunan anak pertama. Hideyoshi mengajukan nama Sanbōshi (cucu Nobunaga, anak Nobutada) yang pada saat itu baru berusia 2 tahun. Usul Hideyoshi diterima? Usul Hideyoshi diterima.
Bukan hanya itu, Hideyoshi juga mengajukan diri sebagai pelindung dan pendamping Sanbōshi yang masih balita itu. Pengajuan Hideyoshi ini pun juga diterima.
Praktis secara de facto, Hideyoshi lah yang mengendalikan kepemimpinan pada saat itu. Ini dinilai sebagai kecerdasan politik Hideyoshi. Ia berhasil mengambil banyak keuntungan di tengah krisis suksesi Nobunaga.
Dalam rentang 3 tahun setelah kematian Nobunaga, Hideyoshi berhasil menguasai separuh wilayah Jepang yang merupakan daerah terpadat dan juga terkaya. Termasuk wilayah seluas 38.600 kilometer persegi yang belum pernah terjamah pengaruh Nobunaga (Tim Clark, 126:2009). Yang menarik, Hideyoshi menguasai itu semua lebih banyak dengan cara-cara diplomasi, quid pro quo.