BARISAN.CO – Tragedi dan komedi adalah genre kehidupan yang sama besarnya. Kadang-kadang, dua hal itu berkelindan dan tercatat dalam sejarah sebagai peristiwa janggal yang sulit dipercaya, seperti yang terjadi di Erfurt (sekarang masuk wilayah Jerman), pada tahun 1184 silam.
Peristiwa Erfurt diawali dari perseteruan politik antara seorang bangsawan feodal, yakni Louis si Saleh dari Kabupaten Thuringia (Louis III), dengan pemimpin agama gereja Katolik Roma, Uskup Agung Conrad dari Kabupaten Mainz (Conrad I).
Tidak jelas persis apa yang memicu konflik lintas kabupaten itu. Tetapi, sebagaimana umumnya dinamika pada masa ketika Eropa dikuasai Kekaisaran Romawi Suci, memang sering muncul ketegangan yang melibatkan baik itu bangsawan feodal, para pangeran, uskup agung, dan lain-lain—Kebanyakan berkaitan dengan sengketa atas penguasaan tanah.
Konflik tersebut, singkat cerita, pada akhirnya memaksa pemimpin tertinggi kekaisaran Romawi Suci, Henry VI, untuk ikut terlibat. Jelas bahwa Raja Henry VI berkepentingan untuk meredam setiap konflik di wilayah kekuasaannya.
Pada tanggal 25 Juli 1184, di tengah rencana kampanye militernya menuju Polandia, Raja Henry VI menyempatkan diri untuk singgah di ibu kota Kabupaten Thuringia, Erfurt, untuk mendamaikan Louis III dan Conrad I.
Sesampainya di Erfurt, Raja Henry VI disambut selayaknya seorang Kaisar. Para bangsawan dan pejabat tinggi yang menyambutnya, kemudian mengiringi Raja Henry VI menuju Katedral Saint Peter. Katedral ini adalah yang terbesar di Erfurt dan memliki aula yang representatif untuk mengadakan pertemuan besar. Dan di tempat inilah ia mempertemukan dua pihak yang sedang bersitegang.
Menurut catatan sejarah yang ditulis Xaver Frühbeis, Raja Henry VI lantas memerintahkan Louis III dan Conrad I datang menemuinya di sana untuk bernegosiasi. Dan, Raja Henry VI sendirilah yang sedianya memimpin perundingan itu.
Akan tetapi, agenda perundingan rupanya tidak berjalan sesuai rencana: Aula Katedral Saint Peter mengalami gagal konstruksi dan lantainya ambrol, bahkan sebelum proses mediasi sempat dimulai.
Sialnya, tepat di bawah lantai aula itu merupakan jamban yang langsung terhubung ke liang tai raksasa.
Katedral Saint Peter memang dibangun seperti umumnya katedral abad pertengahan. Menyitir dari laman toilet-guru.com, Katedral Saint Peter memiliki desain ruangan dengan bangku-bangku toilet yang mengitari sepanjang dinding bagian dalam katedral. Toilet itu memiliki lubang terbuka menuju septic-tank di bawahnya.
Dan kejadian itu berlangsung begitu cepat. Ketika lantai aula kolaps, semua orang—termasuk furnitur dan balok-balok kayu yang berat—jatuh ke area jamban. Seterusnya akibat benturan furnitur dan teriakan para bangsawan, lantai jamban pun ikut ambrol sampai ke dasar liang jamban.
Tidak ada detail sejarah yang persis tentang berapa orang yang kecemplung di sana. Tapi menurut catatan seorang pastur bernama Johann Jakob Leitzmann (ia melakukan penelitian kecil-kecilan tak lama setelah peristiwa itu terjadi), setidaknya ada sekitar 100 bangsawan yang hadir dalam royal gathering tersebut.
Pastur Leitzmann mencatat: “Setiap orang yang tidak duduk di kisi jendela jatuh ke dalam. Banyak yang rusak. Bahkan ada yang kehilangan nyawa.”
Raja Henry VI dan Louis III dilaporkan tidak jatuh ke dalam jamban. Ketika lantai ambrol, mereka berdua berhasil meraih pegangan rel besi dekat dengan jendela. Sementara Conrad III, meski ia jatuh ke jamban, selamat dari kejadian.
Disebut-sebut dalam catatan Pastur Leitzmann, ada sebanyak 60 bangsawan yang tewas pada tragedi Erfurt ini. Sulit mengatakan dengan pasti apakah mereka tewas karena tertimpa reruntuhan atau karena tenggelam dalam genangan kotoran. Namun, Pastur Leitzmann percaya pada yang disebut belakangan. []