Penulis memprakirakan berdasar angka-angka dalam Perpres 72/2020, rasio akhir tahun nanti bisa mencapai 365%. Posisi utang kemungkinan mencapai Rp6.200 triliiun. Dan jika sesuai target, maka pendapatan negara akan sebesar Rp1.700 triliun.
Selanjutnya, utang selama tahun 2021 berdasar RAPBN akan bertambah sebesar pembiayaan utang yang sebesar Rp1.142,49 triliun. Jika kurs tidak berubah, setidaknya hanya berselisih amat kecil, maka posisi utang akan mencapai Rp7.400 triliun pada akhir tahun 2021. Asumsi kursnya sebesar Rp15.000 pada akhir tahun 2020 dan juga pada akhir tahun 2021.
BPK mengakui Pemerintah secara umum memiliki aturan fiskal berupa batas defisit anggaran dan batas pembiayaan melalui utang terhadap PDB. Namun BPK berpandangan aturan itu hanya melihat kondisi fiskal dalam spektrum jangka pendek atau pada saat tahun anggaran berjalan dan merupakan postmortem indicator. Apabila Pemerintah hanya diatur dengan aturan fiskal ini, kondisi tersebut tidak ideal untuk keberlangsungan fiskal jangka menengah, apalagi jangka panjang.
Secara substansi, BPK menilai Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya perencanaan kesinambungan fiskal jangka panjang untuk memastikan program dan layanan bagi masyarakat dapat terus diberikan secara optimal dan berkelanjutan di masa depan tanpa meningkatkan beban pembayaran utang oleh generasi berikutnya atau bertambahnya beban pajak dalam mengelola dampak demografis, perubahan iklim, serta biaya pemeliharaan dan pembaharuan infrastruktur.
Cukup jelas bahwa BPK telah mengingatkan Pemerintah untuk kondisi utang sebelum pandemi. Memang belum mengatakannya sebagai tidak aman dan tidak terkendali. Namun bukan lah penilaian yang menyebut kondisinya sedang tidak bermasalah, dan telah dikelola secara berhati-hati.
Adanya pendemi telah memaksa defisit APBN dan kemudian berutang lebih banyak. Semua indikator yang telah dibahas, memburuk secara signifikan. Namun, Pemerintah masih bersikeras mengklaim aman dan terkendali.
Penulis sendiri berpendapat utang pemerintah dalam kondisi tidak aman saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Amat berisiko bagi kesinambungan fiskal. Pemerintah belum menunjukkan bahwa pengelolaan utangnya dilakukan secara berhati-hati.
Direkomendasikan adanya penjelasan secara lebih lugas sampai ke bagian yang cukup detil bagi publik. Terutama bagaimana Pemerintah menghitung, merencanakan penggunaan, dan menimbang risikonya. Jangan sampai wacana kesinambungan fiskal berubah drastis menjadi keberlanjutan utang.