Dia membeberkan alasan Korsel mengembangkan teknologi, selain memiliki SDM unggul, di sana tidak ada sumber daya alam. Sedangkan kasus di sini, Ilham membeberkan sebab terlalu banyak pilihan SDA yang terkadang justru menghambat insinyur.
Ilham melanjutkan, hanya ada sedikit sekali negara yang benar-benar maju dan sejahtera karena SDA yang melimpah.
“Brunei penduduknya berapa? Atau UEA penduduknya berapa paling cuma 3-4 juta. Memang dia 10 juta tapi banyak expert di situ. Satu negara bisa sejahtera berdasarkan sumber daya alam, itu bisa saja negara kecil. Tapi seperti Indonesia? Jadi kapan pun dan dalam keadaan apa pun, kapan pun kita tidak akan bisa sejahtera dengan struktur ekonomi seperti itu,” lanjut Ilham.
Peranan Insinyur di Indonesia Amat Dibutuhkan
Ilham menegaskan perlu adanya peranan insinyur untuk membuat Indonesia lebih maju. Namun, kenyataannya, dia justru melihat karena keadaannya belum sesuai harapan. Bagi ilham, kebijakan ekonomi saat ini belum memungkinkan untuk menghasilkan industri berkembang lebih baik.
Akan tetapi, Ilham menambahkan bukan berarti kebijakan selama ini tidak berpihak, namun kebijakannya mungkin masih bisa disempurnakan.
“Thailand, Malaysia, dan Vietnam jauh lebih agresif daripada kita. Kalau mau kompetitif, tidak melihat kenyataannya bahwa kita itu sendirian di dunia ini. Kalau kita mau menarik perhatian kapital, orang masuk ke Indonesia sebagai investor, kita harus kompetitif dengan yang lain di dunia ini. Apalagi, yang di sekitar kita,” tambah Ilham.
Dia menyayangkan, struktur industri belum menunjukkan kebutuhan bagi banyak insinyur, yang apabila suatu hari ingin membangun pabrik asing atau domestik, insinyur senior masih kurang sehingga yang terjadi, mereka cenderung keluar dari indonesia.
“Padahal kita, orangnya banyak, tapi, orang dengan tingkat kesenioran seperti itu, mungkin tidak ada. Pada umumnya, saya juga melihat itu salah satu titik lemah kita, rasio insinyur per katakanlah 1 juta penduduk kita, itu masih sangat kecil, di bawah hampir semua negara yang saya tahu Asia Timur dan Asia Tenggara. Vetnam jelas di atas kita, China apalagi, kalau kita lihat berapa ribu insinyur, memang rasio kita itu sangat rendah,” jelas Ilham.
Ilham menganggap ini bisa menjadi indikasi bahwa lebih banyak insinyur yang perlu lebih dididik dan mendapat pekerjaan. Meski demikian, Ilham menilai sektor pembangunan dan infrastruktur yang paling hidup. Hal itu bisa terlihat dalam pemerintahan era presiden Joko Widowo.
“Banyak sekali infrastuktur yang dibangun dan diselesaikan. Walau tol trans Jawa dan tol trans Sumatera belum selesai 100 persen, tapi sudah lumayan memerlukan insinyur yang banyak. Dan, memang ada banyak insinyur sipil, insinyur yang bergerak di bidang konstruksi, itu banyak di Indonesia,” ujar Ilham. [rif]