Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Waspadai Utang Luar Negeri BUMN

Redaksi
×

Waspadai Utang Luar Negeri BUMN

Sebarkan artikel ini
Oleh: Awalil Rizky*

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai US$413 miliar pada akhir Oktober 2020. Terdiri dari: ULN Pemerintah sebesar US$200 miliar, ULN Bank Indonesia sebesar US$3 miliar, dan ULN swasta sebesar US$211 miliar. Termasuk dalam kategori swasta adalah ULN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencapai US$59 miliar.

ULN Swasta melampaui ULN Pemerintah sejak beberapa tahun sebelum krisis 1997/98, kemudian berangsur turun dan berposisi lebih kecil. Pertumbuhan ULN swasta selanjutnya berlangsung lebih cepat, sehingga kembali melampaui ULN Pemerintah pada tahun 2013-2016. Sempat melambat, dan posisinya lebih kecil pada tahun 2017. Sejak tahun 2018, posisinya melampaui kembali, dengan selisih yang cenderung melebar.   

Dilihat dari denominasi, maka porsi dolar Amerika masih amat dominan, mencapai 88,08% dari total ULN swasta. Porsinya hanya sedikit berfluktuasi di kisaran 88-91% selama periode tahun 2008-2020. Porsinya masih 85,91% pada tahun 2007, meningkat setelahnya, dan sempat mencapai 90,64% pada tahun 2014. Kondisi ini membuat pengaruh kurs rupiah atas dolar sangat besar terhadap beban pembayaran utang dan bunganya.

Meski mata uang dolar Amerika (USD) amat mendominasi, tidak demikian jika dilihat asal negara dari kreditur ULN swasta. Kreditur yang berasal dari Amerika Serikat hanya 15,40%. Asal kreditur dengan nilai terbesar berasal dari Singapore yang mencapai 35,72%. Namun mata uang utang (SGD) yang dipergunakan hanya berporsi 0,31%. Kreditur dari Singapore tampaknya lebih suka memakai USD.

Demikian pula dengan kreditur dari China, yang nilainya mencapai 9,85%. Pemakaian renminbi atau yuan (CNY) hanya sebanyak 1,56%.

Dalam hal perkembangan nilai utang selama periode tahun 2007-2020, kreditur China mengalami peningkatan terpesat. Dari sebesar US$594 juta pada akhir 2007 menjadi US$19,02 miliar pada Oktober 2020. Meningkat hingga 32 kali lipat. Padahal, total ULN swasta pada kurun waktu yang sama hanya tumbuh sekitar 3,5 kali lipat.

Kreditur dari Amerika Serikat dan Singapore juga berhasil meningkatkan porsinya karena mengalami laju kenaikan yang lebih pesat dari rerata. Secara peringkat nilai terbesar pada posisi Oktober 2020 adalah sebagai berikut: Singapore, Amerika Serikat dan China.

Negara asal kreditur utama di masa lalu seperti Jepang masih mengalami peningkatan nilai, namun porsi dan posisinya menurun. Contoh asal negara kreditur yang dahulu berperan penting, namun kini nilainya telah merosot drastis adalah Belanda. 

Secara umum, kondisi terkini dari ULN swasta memang tampak lebih baik dibanding tahun-tahun jelang krisis 1997/1998. Masih terlihat aman jika dilihat dari besarnya cadangan devisa, kinerja Neraca Pembayaran Internasional, dan bahkan dari tekanan defisit Transaksi Berjalan. Bank Indonesia pun tampak percaya diri untuk mengatakan tentang keseluruhan ULN sebagai terkendali dan berstruktur sehat.

Namun, kewaspadaan otoritas ekonomi atas dinamika ULN tetap diperlukan mengingat pandemi covid-19 yang masih melanda dunia. Sebelum pandemi pun, kondisi ekonomi dan keuangan global sebenarnya makin dicirikan oleh ketidakpastian. Padahal, perekonomian Indonesia termasuk yang rentan atas guncangan eksternal. Dari pengalaman terdahulu, dinamika ULN swasta merupakan salah satu faktor yang meningkatkan risiko perekonomian nasional.

Salah satu sumber risiko ULN swasta adalah porsi jangka pendeknya yang cukup signifikan. Jauh lebih besar dari ULN Pemerintah. Dan yang disebut berjangka panjang pun pada umumnya tidak bertenor selama ULN Pemerintah. Sayangnya, tak tersedia data lebih rinci bagi publik dari Bank Indonesia. Data hanya membagi berjangka waktu kurang dari setahun, serta setahun atau lebih.