BARISAN.CO – Kewirausahaan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan ekonomi. Berbagai hasil penelitian, baik di negara-negara maju maupun berkembang, telah membuktikan tesis tersebut. Itu sebabnya, jika kita bisa mendorong para petani untuk bertransformasi menjadi wiratani, alias menjadi wirausaha di bidang agribisnis, maka peluang Indonesia untuk bisa keluar dari jebakan middle income trap (MIT) menjadi semakin besar.
Demikian disampaikan disampaikan Prof. Dr. Ir. Rachmat Pambudy, M.S, dalam konferensi pers yang dilakukan IPB (Institut Pertanian Bogor) dalam Pengukuhan Guru Besar IPB, Kamis, (14/7/2022)
Pemikiran bahwa praktik kewirausahaan bisa mendorong Indonesia keluar dari jebakan middle income trap ini merupakan inti pidato pengukuhan Prof. Rachmat sebagai Guru Besar Ilmu Kewirausahaan di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, yang akan dibacakan Sabtu, 16 Juli 2022 lusa, di gedung Graha Widya Wisuda IPB.
Menurut Prof. Rachmat, Indonesia saat ini memang terancam untuk terjebak pada posisi middle income trap, mengingat bahwa sudah 35 tahun Indonesia berada pada kategori lower middle income country (negara berpendapatan menengah ke bawah).
Sebagai pembanding, Malaysia hanya membutuhkan waktu 27 tahun (1969-1996) untuk naik kelas dari posisi lower middle income country menjadi upper middle income (negara berpendapatan menengah ke atas).
Thailand membutuhkan waktu 28 tahun (1976-2004), Taiwan membutuhkan waktu 19 tahun (1967-1986), Korea Selatan membutuhkan waktu 19 tahun (1969-1988), dan Cina bahkan hanya membutuhkan waktu 17 tahun (1992-2009).
Untuk bisa keluar dari posisi middle income trap, mayoritas ahli mengemukakan bahwa pendapatan nasional perkapita Indonesia harus bisa tumbuh di atas 5 persen.
Bahkan, ada yang mengatakan bahwa Indonesia baru akan bisa keluar dari posisi middle income trap apabila pertumbuhan ekonominya di atas 6 persen antara periode 2013 hingga 2030, sebuah syarat yang belum pernah berhasil kita penuhi, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19 yang telah mengakibatkan ekonomi Indonesia terkontraksi.
Itu sebabnya Indonesia harus bisa menemukan kunci untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke level yang dibutuhkan untuk keluar dari jebakan middle income trap.
“Saya melihat, kunci untuk mendongkrak perekonomian kita adalah kewirausahaan,” ujar lelaki kelahiran Yogyakarta, 23 Desember 1959 ini.
Menurut Prof. Rachmat, korelasi kuat antara jumlah wirausaha dengan kemajuan suatu negara telah digambarkan oleh berbagai riset, misalnya oleh Zoltan Acs dan László Szerb (2009), di mana semakin banyak jumlah wirausaha, maka produktivitas nasional dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat, lapangan kerja menjadi kian luas tersedia, dan kesejahteraan menjadi terdistribusikan ke lebih banyak orang.
“Succes story ini konkret sudah terjadi di negara lain. Berbeda dengan pandangan tradisional yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor modal, tenaga kerja, pengetahuan, atau ada tidaknya kebijakan pemerintah yang bersifat pro-pasar, berbagai studi yang saya pelajari justru menemukan bahwa kewirausahaan ternyata bisa bertindak sebagai faktor independen yang meningkatkan pendapatan nasional,” ujar suami dari mantan Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Mardiana “Ninuk” E. Pambudy.
Prof. Rachmat menambahkan selain itu, praktik kewirausahaan juga merupakan pencipta lapangan kerja yang signifikan.
“Di India, misalnya, studi yang dilakukan Raj Kumar dan Tilak Raj (2019) menyimpulkan bahwa kewirausahaan menjadi kontributor utama dalam menciptakan lapangan kerja, sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, pembentukan modal, peningkatan pendapatan per kapita, serta mengatasi ketimpangan regional. Pengalaman di India ini bisa jadi rujukan untuk Indonesia,” tegasnya.