Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Transformasi Ekonomi: Menyiasati Middle Income Trap

Redaksi
×

Transformasi Ekonomi: Menyiasati Middle Income Trap

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Indonesia termasuk dalam klasifikasi sebagai negara yang mengalami middle income trap, demikian disampaikan Dr. Iin Mayasari Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Paramadina dalam webinar “Transformasi Ekonomi Indonesia: Menyiasati Jebakan Middle Income Trap,” Senin (20/9/2021)

Dipandu Direktur Paramadina Graduate School of Business, Dr. Adman Nursal, middle income trap, sebuah istilah yang mengacu pada keadaan ketika sebuah negara berhasil mencapai ke tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju. 

Negara berpenghasilan menengah (MIC) tidak hanya mengalami kesulitan untuk bersaing dengan low-wage countries, tetapi juga kesulitan untuk bersaing dengan high-technology countries.

Iin mengatakan negara yang terjebak dalam middle income trap disebabkan oleh sejumlah faktor yaitu kurangnya perlindungan sosial, rendahnya infrastruktur, kurangnya kemandirian pangan, birokrasi, kurangnya profesionalisme, dan kurangnya supremasi hukum.

“Pada pertengahan 2020, Indonesia berada pada upper middle income  country. Pada Juli 2021, Indonesia kembali ke lower middle income country,” sambungnya.

Menurut Iin, hal ini ditunjukkan dengan adanya GNI Indonesia di tahun 2020 turun menjadi 3870 dollar yang sebelumnya 4050 dollar. Indikator hal tersebut adalah  perubahan indikator dari kelas menengah atas, pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan populasi.

Sementara itu, Rektor Universitas Paramadian, Prof. Didik J. Rachbini, menyatakan bahwa dikarenakan krisis Indonesia turun lagi menjadi negara berpendapat menengah bawah karena pendapatan per kapita turun di bawah batas 4045 dollar AS. 

“World Bank  mengklasifikasikan negara berpendapatan menengah bawah atau Lower middle income (pendapatan menengah ke bawah), antara USD 1.036 hingga 4.045.  Sementara itu, kelompok negara berpendapatan menengah atas atau Upper middle income (pendapatan menengah ke atas), antara  USD 4.046 hingga 12.535,” terangnya.

Negara yang tidak bisa menerobos menjadi negara maju berpendapatan tinggi dan terus terjebak sangat lama dalam pendapatan di bawah 12 ribu dollar AS per kapita akan mengalami banyak masalah ekonomi dan sosial politik.

“Tingkat kemiskinan masih tinggi diikuti oleh kesenjangan yang lebar. Ini memicu masalah sosial dan stabilitas politik yang rapuh,” ujar Didik.  

Menurut Didik, kebijakan ini pernah dijalankan oleh Indonesia pada tahun 1980-an dan 1990-an dan menghasilkan tingkat pertumbuhan 7 persen rata-rata per tahun.  Tetapi sayang itu tidak berlanjut sekarang karena tingkat pertumbuhan stagnan di tingkat 5 persen atau di bawahnya.

Terkait dengan strategi promosi ekspor tersebut ia mengurai sejumlah dampak yang diharapkan

“Memperkuat posisi eksternal, memacu ekspor mencari peluang pasar, memperkuat dan memperluas ekspor komoditas tradisional, meningkatkan penerimaan produsen dan eksportir, menguatkan kepastian usaha karena pasar tidak terbatas, penyerapan tenaga kerja, proses substitusi barang manufaktur.” pungkasnya.