“Succes story ini konkret sudah terjadi di negara lain. Berbeda dengan pandangan tradisional yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor modal, tenaga kerja, pengetahuan, atau ada tidaknya kebijakan pemerintah yang bersifat pro-pasar, berbagai studi yang saya pelajari justru menemukan bahwa kewirausahaan ternyata bisa bertindak sebagai faktor independen yang meningkatkan pendapatan nasional,” ujar suami dari mantan Pemimpin Redaksi Harian Kompas, Mardiana “Ninuk” E. Pambudy.
Prof. Rachmat menambahkan selain itu, praktik kewirausahaan juga merupakan pencipta lapangan kerja yang signifikan.
“Di India, misalnya, studi yang dilakukan Raj Kumar dan Tilak Raj (2019) menyimpulkan bahwa kewirausahaan menjadi kontributor utama dalam menciptakan lapangan kerja, sekaligus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, pembentukan modal, peningkatan pendapatan per kapita, serta mengatasi ketimpangan regional. Pengalaman di India ini bisa jadi rujukan untuk Indonesia,” tegasnya.
Karena Indonesia adalah negara agraris, di mana 29,59 persen masyarakat kita bekerja dan hidup dari sektor pertanian, maka sektor pertanian merupakan sektor kunci untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Namun, ujar Prof. Rachmat, pertanian tidak bisa begitu saja menjadi motor pertumbuhan ekonomi.
“Para petani kita kan sebagian besar tergolong sebagai petani gurem miskin (low income peasant), sehiangga tidak bisa jadi motor pertumbuhan ekonomi. Supaya mereka bisa jadi motor pertumbuhan, pertama-tama kita harus bisa mendorong mereka bertransformasi dari peasant (petani gurem) menjadi farmer (petani), lalu bertransformasi menjadi agripreneur (wiratani), atau wirausaha di bidang agribisnis,” tegas Prof. Rachmat.
Jika Indonesia bisa mengeluarkan petaninya dari jebakan low income peasant (petani gurem miskin), ujar Prof. Rachmat, maka Indonesia pasti akan bisa keluar dari jebakan middle income trap.
“Dari sisi tenaga kerja, misalnya, kalau kita bisa scale up industri mikro menjadi industri kecil saja, maka ketersediaan lapangan kerja kita bisa meningkat hingga 3 kali lipat. Sementara, dari sisi pendapatan, sedikit inovasi dalam pengolahan beras saja, misalnya, bisa meningkatkan pendapatan petani 2 hingga 3 kali lipat,” ujar ayah dari tiga anak ini.
Jadi,menurut Prof. Rachmat kalau kita bisa mendorong petani Indonesia menjadi wiratani (agripreneur), multiplier effect-nya sangat besar.
“Para petani, peternak dan pekebun Indonesia, akan bertransformasi dari low-income peasant menjadi middle-income farmer, atau bahkan bisa menjadi high-income agripreneur,” imbuhnya.