Scroll untuk baca artikel
Blog

Work From Bali, Bukan Keberpihakan Melainkan Ketimpangan

Redaksi
×

Work From Bali, Bukan Keberpihakan Melainkan Ketimpangan

Sebarkan artikel ini

Penulis: Anastasia Wahyudi

Rasa-rasanya tidak ada satu daerah pun di tanah air yang tidak terdampak pandemi. Ironi, disaat masih banyak masyarakat yang berjuang, muncul rencana ASN work from Bali dengan dibiayai negara. Alih-alih memulihkan perekonomian, ini hanya akan melebarkan jurang ketimpangan.

Alasan kenapa WFB tidak diperlukan ialah:

1. Jika alasannya Bali merupakan penyumbang devisa terbesar, apakah pemerintah lupa dengan para TKI yang terombang-ambing di luar negeri? Berjuang di negara lain, jauh dari keluarga, namun keluarga mereka belum tentu dipikirkan oleh pemerintah.

2. Bali memang paling popular sebagi destinasi paling diminati, namun bukan hanya Bali satu-satunya provinsi yang diminati. Masih banyak destinasi wisata lainnya yang juga terpuruk.

3. Uang negara adalah uang yang didapatkan dari rakyat. Di negara lain, tidak ada model rencana seperti ini. Semua berupaya memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak dengan bantuan tunai. Sedangkan Kemensos sendiri telah menghentikan Bantuan Sosial Tunai sejak bulan lalu. Untuk bantuan BST tidak ada anggaran, tapi membiayai ASN kok ada? Juga, hingga April 2021, APBN defisit Rp 138,1 T. Kok tega-teganya bilang keberpihakan di saat rakyat dan negara kesusahan?

Dibanding memikirkan rencana WFB, akan jauh lebih baik jika pemerintah membenahi penangan virus Covid-19 yang per Kamis (27/5/2021) mengalami lonjakan sebanyak 6.278 pasien positif sehingga jumlah kasus positif secara keseluruhan mencapai anga 1.797.499 kasus. 

Jika saja pemerintah sejak awal serius menangani, kemungkinan besar kehidupan akan berjalan normal meski harus tetap mengikuti protokol kesehatan. Tetapi setidaknya, tidak begitu banyak jumlah korban meninggal.

Lagi pula, seperti yang disampaikan oleh The World Tourism Organization menyampaikan jika pariwisata bertanggungjawab langsung terhadap sekitar 5 persen emisi karbon dioksida dunia. Kenapa ngoyo memulihkan pariwisata disaat perubahan iklim di depan mata? Jika ingin memulihkan perokonomian, jangan korbankan rakyat dengan menggunakan pendapatan negara sebagai biaya ASN WFB.

Meskipun dikatakan hanya 25 persen ASN, itu bukan angka yang sedikit. Konyolnya, usulan WFB ini dianggap sebagai persiapan Travel Corridor Arrengement (TCA). Cobalah, pikirkan mana mungkin wisatawan mancanegara akan datang jika kurangnya keseriusan pemerintah menangani Covid-19. Selain itu juga, negara yang dianggap berhasil menekan jumlah kasus seperti Singapura pun menunda rencana travel bubble dengan Hongkong setelah adanya lonjakan kasus.

Pemerintah hingga saat ini nampak masih kurang serius menangani pandemi, jika rencana WFB ini dilanjutkan, tidak ada jaminan rakyat yang telah berkorban membayar pajak negara tidak kecewa. Sehingga kemungkinan adanya pergolakan, harus dipersiapkan oleh pemerintah. [rif]