Secara lebih rinci, kesimpulan Bawaslu tersebut berdasarkan kajian dan analisis terhadap Pasal 1 angka 35 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mendefinisikan, kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta Pemilu. Makna citra diri yang dimaksud UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu didefinisikan sebagai logo dan nomor urut partai. Definisi itu pernah diputuskan pada rapat gugus tugas antara Bawaslu, KPU, Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers di kantor Bawaslu, Rabu, 16 Mei 2018.
Sementara mengacu kepada PKPU No. 3 Tahun 2022 tentang jadwal dan tahapan Pemilu 2024, saat ini belum terdapat peserta Pemilu 2024. Sebab pendaftaran peserta Pemilu baru akan dimulai pada Jum’at, 29 Juli 2022 dan penetapan akan dilakukan pada Rabu, 14 Desember 2022. Sedangkan masa Kampanye Pemilu baru akan dimulai pada Selasa, 28 November 2023 hingga Sabtu, 10 Februari 2024. Artinya, menurut Bawaslu perbuatan terlapor sebagaimana dilaporkan belum dapat dikualifikasikan sebagai kegiatan kampanye Pemilu.
Selain norma tersebut, juga mempertimbangkan pasal 280 ayat (1) UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur larangan atas tindakan-tindakan yang dilakukan dalam kegiatan kampanye. Aturan itu menyatakan, pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat Pendidikan. Larangan juga dilakukan atas menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Selanjutnya, dalam pasal 281 ayat (1) UU Pemilu menetapkan, kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya. Kecuali, fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dan harus menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Dari rangkaian peristiwa, pelaporan dan penanganan laporan yang dilakukan oleh Bawaslu dapat dikatakan, apa yang dilakukan oleh Bawaslu RI sudah tepat karena secara konsisten mengacu pada prosedur peraturan perundangan. Bahwa ada sejumlah kalangan yang beropini atau menyarankan pendekatan atau tindakan berlebih, pendapat tersebut harus dihormati. Tetapi Bawaslu tidak bisa atau tidak boleh melakukan tugas dan wewenangnya berdasarkan pendapat atau opini publik atau melampaui kewenangannya yang dimandatkan oleh UU.