Barisan.co – Piagam Madinah merupakan langkah politik Nabi Muhammad yang membuka kehidupan baru bagi umat Islam. Membangun masyarakat antara kaum Anshar dan Muhajirin yang memiliki perbedaan karakteristik budaya.
Secara kultur muslimin Anshar dan Muhajirin memiliki latar belakang budaya dan pemikiran yang telah terjadi selama 120 tahun lebih antara dua suku Anshar yakni Bani Aus dan Bani Khazraj.
Nabi Muhammad sangat menyadari antara Bani Aus dan Bani Khazraj yang baru berdamai dalam berperang yakni perang Bua’ts. Namun Nabi Muhammad memiliki komitmen dan inisiatis membangun persaudaraan persatuan antara dua Bani.
Sebagai seorang pemimpin Nabi Muhammad perlu mengambil langkah pasti dan tentunya langkah politik yang matang. Masyarakat yang dihadapi plural dan mejemuk.
Nabi Muhammad menjalankan beberapa startegi baik secara keagamaan maupun sosial politik dan ekonomi. Tujuan dari startegi ini untuk memperkuat kekuatan umat Islam dan tentunya keberhasilan dakwah agama Islam.
Adapun tiga langkah penting Nabi Muhammad membangun rekonsiliasi di Kota Madinah yakni:
1. Membangun Masjid
Masjid selain sebagai tempat sujud atau rumah ibadah berfungsi juga sebagai lembaga perserikatan Umat Islam. Masjid yang didirikan di Kota Madinah ini kemudian dikenal dengan nama Masjid Nabawiyah.
Sebagai lembaga perserikatan sebab umat islam selain melakukan shalat jamaah, pendidikan agama dan kegiatan keumatan. Fungsi masjid yang dibangun Nabi Muhammad bersifar multifungsi. Sehingga kekuatan Islam atau ruh dari Umat Islam itu ada pada masjid.
2. Membentuk Persaudaraan
Masjid sebagai ruh umat Islam. Lalu Nabi Muhammad melakukan langkah startegis berikutnya yakni membangun ikatan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar berlandaskan iman dan Islam.
Ikatan persaudaraan (muakhah) yang dibangun Nabi Muhammad dengan undang-undang resmi. Mengikatkan tali persaudaraan dan mengajak para sahabat dari kaum Muhajirin dan Anshar untuk saling mengangkat saudara. Seperti Hamzah yang bersaudara dengan Zaid, Abu Bakar bersaudara dengan Kharija bin Zuhair dan Umar bin Khattab bersaudara dengan Itban bin Malik al-Khazraji.
Sedangkan Undang-Undang sistem muakhah ini menghasilkan hak-hak khusus antara kaum Muhajirin dan Anshar yang menjadi saudara. Hak tersebut seperti saling tolong menolong, ini tidak terbatas pada masalah-masalah khusus tetapi juga terbuka untuk segala bentuk pertolongan untuk menyelesaikan masalah hidup, baik berupa pertolongan matriil, pengawasan, nasehat-menasehati, silaturahmi dan saling mencintai.
Ikatan atau tali persaudaraan diabadikan Allah dalam firman-Nya:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“…Dan mereka (Anshar) mengutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan)”. (QS. Al-Hasyr: 9)
Ibnu katsir meriwayatkan bagaimana kaum Muhajirin menyanjung kaum anshar atas kebaikan mereka, orang Muhajirin dalam riwayat dari Anas berkata: “Ya Rasulullah, kami belum pernah datang kepada masyarakat seperti anshar ini, jika mereka memiliki barang sedikit mereka adalah orang-orang terbaik yang kami saksikan yang berusaha memberi bantuan; jika mereka memiliki barang banyak mereka orang-orang terbaik yang mengorbankannya. Mereka telah memberi apa saja yang kami butuhkan, mengizinkan kami untuk ikut dalam kebahagiaan mereka. Kami kawatir bahwa merekalah akan memperoleh segala pahala dari Allah”, nabi bersabda, “tidak, sepanjang kalian menghormati dan berdo’a untuk mereka”.
3. Membangun Kepemimpinan dan Perjanjian
Langkah statergi yang ketida yakni menciptakan perdamaian seluruh masyarakat madinah dalam satu sistem kepemimpinan. Tentunya sebagaiman diawal yakni tentang Piagam Madinah.
Piagam Madinah atau Shahifah Madinah merupakan perjanjian tertulis antara kaum Muhajirin dan Anshar dan kaum Yahudi berserta sekutunya. Menurut pengungkapan Ja’far Subhani kaum Yahudi yang pertama menandatangi perjanjian adalah suku Aus dan Khazraj. Suku Bani Qurazhah, Nazhir dan Bani Qainuqo’ kemudian menyusul, Ja’far mengelompokkan masa pembuatan Piagam Madinah ditahun pertama Hijriyah.
Namun jika melihat urutan dari nama-nama suku yang ikut menandatangani Piagam Madinah tersebut Suku Yahudi Banu Aus merupakan urutan ke-6 setelah Yahudi Banu Auf, Banu an-Najr, Banu al-Harits, Banu Saidah dan Banu Jusyam.
Suku yang berpartisipasi dalam penandatanganan Piagam Madinah ini tertulis dengan jelas mulai pasal 25 yang menyebutkan keberadaan Banu Auf . namun setelah itu dalam pasal sesudahnya disebutkan suku-suku Yahudi lainnya secara berurutan:
“Sesungguhnya mereka (Muhajirin dan Anshar) adalah umat yang satu tidak termasuk umat yang lain. (pasal 1)
Sesungguhnya Yahudi Banu Auf satu umat bersama orang-orang mukmin…(pasal 25)”
Piagam Madinah yang menjadi landasan pembangunan masyarakat baru di Madinah membuktikan bahwa Nabi Muhammad tidak ingin menyingkirkan umat agama lain.
Setiap masyarakat mendapatkan rasa aman dan keadaan damai, kerja sama. Ini jelas tertera dalam pasal-pasal Piagam tersebut:
“Sesungguhnya perlindungan Allah itu satu, dia melindungi orang-orang lemah di antara mereka, dan sesungguhnya orang-orang mukmin sebagian mereka adalah penolong terhadap sebagian bukan golongan lain. (pasal 15)”
Sesungguhnya orang-orang Yahudi yang mengikuti kita berhak mendapat pertolongan persamaan tanpa ada penganiayaan dan tidak ada yang menolong musuh mereka. (pasal 16)”
Diskusi tentang post ini