Scroll untuk baca artikel
Blog

75 Tahun Indonesia Merdeka: Politik Pesat dan Ekonomi Lambat

Redaksi
×

75 Tahun Indonesia Merdeka: Politik Pesat dan Ekonomi Lambat

Sebarkan artikel ini

Dalam Pemilu 1999, pemenangn Pemilu berturut-turut adalah PDIP (33%), Golkar (22%), PKB (12%), PPP (10%), dan PAN (7%). Sistem yang dipakai masih sistem lama yakni Presiden dipilih oleh MPR. Presiden Habibie tidak jadi mencalonkan diri, karena Golkar bukan pemenang Pemilu. Amien Rais memunculkan wacana “Poros Tengah” di mana KH Abdurrahman Wahid akhirnya terpilih sebagai Presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai Wapresnya.

Keberhasilan Pemilu 1999 yang melahirkan Presiden dan Wapres yang demokratis menjadi modal dasar pembangunan politik Indonesia hingga saat ini. Karena dalam periode ini, ditetapkan dasar-dasar demokrasi modern di mana Pemilihan Presiden dan Wapres untuk periode berikutnya adalah menggukan sistem one man one vote.

Pada tahun 2004 adalah Pemilu Presiden pertama dengan menggunakan sistem ini di mana terpilihlah Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla. Pada Pemilu 2009, Presiden SBY kembali menang, berduet dengan Boediono sebagai Wapres. Pada Pemilu 2014 Joko Widodo dan Jusuf Kalla memenangkan Pilpres. Dan yang terakhir adalah Presiden Joko Widodo berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin Pemilu 2019.

Dalam setiap Pemilu pasti terjadi gesekan di tengah-tengah masyarakat, namun bisa selesai dengan aman dan damai. Inilah yang disebut bahwa secara politik, bangsa ini telah menunjukkan kedewasaan yang tinggi. Dengan kata lain bangsa Indonesia telah berhasil dalam bidang politik melalui proses demokrasi yang modern.

Namun keberhasilan dalam bidang politik, tidak serta merta mendorong kemajuan dalam bidang ekonomi. Memang ada kemajuan di sana-sini, namun juga masih banyak kemerosotan ekonomi di mana impian menjadi negara makmur masih jauh.

Kemajuan di sana-sini seperti ditunjukkan dengan meningkatnya pendapatan/kapita. Pada tahun 2004 GDP/kapita Indonesia baru sekitar 1200 USD/tahun. Dengan kriteria bahwa negara berpenghasilan rendah (low income countries) adalah negara yang GDP/kapitanya di bawah 3000USD/kapita, maka pada tahun 2004 Indonesia masih masuk dalam kelompok negara berpenghasilan rendah.

Namun yang menarik pada tahun 2010 secara “tidak terduga” Indonesia meloncat menjadi 3200 USD/kapita sehingga masuk dalam kelompok negara berpenghasilan sedang (middle income countries). Mengapa saya mengatakan “tidak terduga”, karena hingga saat ini banyak pengamat bahkan K/L sulit menjelaskan fenomena itu.

Apakah kebijakan ekonomi dari SBY yang dapat membuat kita masuk dalam negara berpenghasilan sedang itu? Salah satu jawabannya adalah pada 10 tahun berkuasa paradigma pembangunan SBY atau SBYnomics adalah memberikan subdisi masyarakat sebanyak-banyaknya. Dengan subsidi ini kemungkinan daya beli masyarakat meningkat sehingga mendorong kenaikan pendapatan per kapita tersebut. Pada masa tahun 2019 pendapatan per kapita telah semakin meningkat hingga mencapai angka 4.135 USD/kapita.