BARISAN.CO – Sejak pandemi, cakupan imunisasi di Indonesia menurun drastis. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), saat ini jumlah kabupaten/kota yang mencapai target Imunisasi Dasar Lengkap lebih rendah dibandingkan dengan Desember 2019.
Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K), pada saat pandemi, bulan imunisasi anak sekolah tidak berjalan. Sementara itu, anak-anak juga takut datang ke rumah sakit untuk melakukan imunisasi.
Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus memungkinkan terjadinya wabah penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi. Apalagi, bila sekolah tatap muka dilakukan, akan berpengaruh pada peningkatan risiko outbreak penyakit lain yang sebelumnya dapat tertangani.
“Bulan imunisasi anak sekolah harus dilakukan, karena imunisasi merupakan upaya untuk mencegah timbulnya penyakit,” kata dr. Aman pada Seminar Media IDAI dalam rangka memperingati Pekan Imunisasi Dunia, kemarin (29/4/2021).
Senada dengan dr. Aman, Plt. Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kemenkes, dr. Prima Yosephine BT Hutapea, M.K.M mengatakan cakupan imunisasi lengkap yang tinggi dan merata akan membentuk kekebalan kelompok.
“Sehingga bila sudah banyak orang yang imunisasi akan ikut terlindungi dari penyakit tersebut,” ujarnya.
Seorang anak dapat dikatakan memiliki imunisasi lengkap jika mendapatkan imunisasi saat bayi di bawah 2 tahun, dilanjutkan saat bersekolah. Tapi pandemi Covid-19 telah menyebabkan disrupsi layanan imunisasi sehingga banyak anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Hal ini menyebabkan mereka rentan terkena PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi).
“Pelayanan imunisasi mengalami disrupsi karena anjuran pemerintah untuk stay at home sebagai salah satu upaya untuk mencegah transmisi penyakit Covid-19. Namun, vaksinasi rutin tetap harus dijalankan. Bila imunisasi tidak dilaksanakan maka dapat menimbulkan masalah baru yaitu KLB campak, difteri, dan polio,” ungkap Ketua Satgas Imunisasi IDAI, Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, Sp.A(K), MSc, PhD.
Ia menambahkan, imunisasi kejar harus dilakukan segera berdasarkan catatan riwayat imunisasi anak. Tujuannya untuk memberikan proteksi maksimal kepada anak. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melakukan imunisasi ganda yakni pemberian lebih dari satu jenis imunisasi dalam sekali kunjungan.
Imunisasi ganda atau stimultaneous vaccination diberikan untuk mempercepat perlindungan kepada anak dan meningkatkan efesiensi pelayanan. Orang tua tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan berulang kali, tapi sudah mendapatkan manfaat sekaligus.
Sejauh ini, imunisasi ganda tidak ada larangannya dan aman dilakukan. Asalkan diberikan di hari yang sama, di bagian tubuh kiri dan kanan. Selain itu bisa juga dengan pemberian vaksin tetes.
Tata Cara Imunisasi Saat Pandemi
Imunisasi telah terbukti mampu melindungi anak dari berbagai penyakit menular, antara lain hepatitis, TBC, difteri, tetanus, polio, campak (measles), campak jerman (rubela), dan pneumonia.
Untuk mendapatkan perlindungan lengkap, anak harus mendapatkan imunisasi lengkap, yang dilakukan mulai dari usia 0 bulan hingga duduk dibangku sekolah dasar. Begini tahapannya:
1. Sudah mendapatkan imunisasi dasar (bayi usia 0-11 bulan)
- HB 0 1 dosis
- BCG 1 dosis
- DPT – HB –Hib 3 dosis
- Polio tetes (OPV) 4 dosis
- Polio suntik (IPV) 1 dosis
- Campak rubela 1 dosis
2. Imunisasi lanjutan 1 (anak usia 18-24 bulan)
- DPT – HB – Hib 1 dosis
- Campak rubela 1 dosis
3. Imunisasi lanjutan 2 (anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah)
- Campak rubela dan DT pada anak kelas 1 SD/MI dan
- Td pada kelas 2 dan 5 SD/MI
Anak yang tidak diimunisasi lengkap tidak memiliki kekebalan sempurna terhadap penyakit-penyakit berbahaya. Sehingga mereka bisa mudah tertular penyakit, menderita sakit berat, berisiko cacat, bahkan meninggal dunia.