Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Wirid Hidayat Jati: Serat dan Syahadat Orang Jawa

Redaksi
×

Wirid Hidayat Jati: Serat dan Syahadat Orang Jawa

Sebarkan artikel ini
Wirid Hidayat Jati
Wirid Hidayat Jati

Wirid Hidayat Jati adalah karya sastra berbentuk prosa, Ranggawarsita mampu membawa perubahan kesusastraan di tanah Jawa.

BARISAN.CO – Sejarah berkembangnya agama Islam di Tanah Jawa memang cukup unik dan menarik untuk ditinjau dari berbagai sudut. Seperti pola penyebaran agama Islam yang bersifat memadukan ajaran Islam dan ajaran kebudayaan leluhur tanah Jawa. Salah satu ajaran tauhid dalam kepustakaan Islam Jawa yakni Serat Wirid Hidayat Jati karya Raden Ngabehi Ranggawarsita.

Ranah kepustakaan Jawa terbagi menjadi dua yakni kepustakaan Islam Kejawen dan Kepustakaan Islam Santri. Sedangkan Serat Wirid Hidayat Jati merupakan kepustakaan Islam kejawen yang juga mengajarkan ilmu makrifat yang mengambil sumber dari ajaran wiradat, ajaran para wali di tanah Jawa.

Wirid Hidayat Jati adalah karya sastra berbentuk prosa, Ranggawarsita mampu membawa perubahan kesusastraan di tanah Jawa. Ia mampu menciptakaan antara garis watak masyarakat jawa dan ajaran agama Islam.

Ranggawarsita merupakan pujangga yang hidup dan berkarya pada abad pertengahan yakni abad ke-19. Ia berkarya di masa minat masyarakat terhadap sastra jawa mulai luntur. Seiring hal tersebut minat terhadap sastra Jawa sejak masa penyebaran agama Islam bangkit. Sehinga Ranggawarsita mampu menjadi pujangga yang luar biasa di zamannya.

Adapun karya Ranggawarsita selain Wirid Hidayat Jati yakni:

  1. Joko Lodhang yang berisi tentang ramalan datangnya zaman keberuntungan yakni kemerdekaan Indonesia.
  2. Pustakaradja Purwa, sastra yang memuat kisah wayang Mahabarata.
  3. Sabdatama yang juda berisi tentang ramalan yakni tentang ramalan zaman kemakmuran.
  4. Serta Kalatida, serat yang menggambarkan tentang zaman edan.

Wirid Hidayat Jati: Syahadat Orang Jawa

Pujangga Ranggawarsita menyusun karya sastra Wirid Hidayat Jati yang berisi ajaran agama Islam dan tradisi nilai budaya Jawa. Ranggawarsita mampu menyatukan tanpa ada perselisihan antara Islam dan Jawa.

Sebagaimana kata Mark R Wooward, agama Islam mengalami kesuksesan di tanah Jawa karena agama Islam menjadi kekuatan dominan dalam tradisi keparcayaan masyarakat Jawa.

Pertemuan antara ajaran Islam dan tanpa meninggalkan nilai-nilai akar tradisi masyarakat Jawa mampu beriringan dan berjalan damai. Agama Islam sebagai agama yang universal dan ajaran Jawa yang akomodatif menjadi pilar yang saling menopang sehingga menjadi kokoh.

Sehinga serat karya Ranggawarsita ini posisinya seperti syahadat orang Jawa. Sebab isi kandungan Wirid Hidayat Jati yakni gagasan tentang Allah Swt yang tunggal dan mutlak yang berusumber dari ajaran Tasawuf. Isinya menjelaskan tentang posisi manusia sebagai seorang hamba dan mahkluk yang diciptakan Tuhan. Oleh karena itu sebagai seorang hamba wajib mengetahui dan mengenal tentang keesaan Allah Swt.

Begitu juga seorang hamba mengenal tentang sifat, asma dan af’al yang maha Esa. Serta mengenal sifat-sifat Allah yang maha baik maupun sifat yang mukhal (mustahil). Ajaran Wirid Hidayat Jati bukanlah ketuhanan sebagai pengetahuan atau ilmu saja, melainkan sebagai kepercayaan kepada Allah Swt yakni tentang iman.

Ajaran tauhid Wirid Hidayat Jati yang ditulis Ranggawarsita, sebagaimana yang tertulis ajaran tentang adanya Tuhan yakni:

Sajatine ora ana apa-apa, awit maksih awang-uwung durung ana sawiji-sawiji, kang ana dingin iku Ingsun sajatining ora ana nanging Ingsun, sajatining dad kang Maha Suci, angliputi ing sifatingsun, amartani ing asmaningsun, amratandhani ing apngalingsun.”

Artinya: “Sesungguhnya tidak ada suatu apapun sebab ketika masih kosong (awang-uwung) belum ada sesuatu, yang pertama adalah Aku (Allah), tidak ada Tuhan kecuali Aku, hakikat Yang Maha Suci, meliputi segala sifat-Ku, memberitakan nama-Ku, menandai af’alKu (perbuatan-Ku).

Ajaran yang terkandung pada ajaran syahadat atau tentang iman kepada Allah yaitu tentang wisikan ananing zat (ajaran tentang adanya zat). Kandungannya yakni bahwa sewaktu alam ini masih kosong belum ada apa pun (belum ada sesuatu yang diciptakan). Maka yang ada lebih dahulu adalah Aku (Allah) Zat Yang Maha Suci yang meliputi segala asma, sifat dan af’al-Nya (perbuatan).