Scroll untuk baca artikel
Kolom

Perkembangan Budaya Digital dan Tantangan Lembaga Pendidikan

Redaksi
×

Perkembangan Budaya Digital dan Tantangan Lembaga Pendidikan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Para ahli berpendapat apakah kita dapat memahami apa arti penyebaran jaringan digital bagi budaya yang relatif mapan di dunia nyata, atau memprediksi dengan pasti bagaimana budaya akan berkembang di platform digital.

Ada dua aliran dasar pemikiran; Pertama, berpendapat bahwa budaya yang ada mungkin menemukan diri mereka pada dasarnya diciptakan kembali dalam bentuk digital karena semakin banyak pengalaman hidup, dari yang menarik hingga yang biasa, dimainkan di ruang digital.

Kedua, berpendapat bahwa budaya digital dominan yang muncul sekarang adalah budaya tersendiri.

Tampaknya tidak ada versi dari bentuk-bentuk imajiner budaya digital ini yang akan mendominasi; sebaliknya, kita mungkin akan melihat kombinasi keduanya. Bagian dari budaya yang ada akan muncul secara online seperti yang mereka lakukan di dunia fisik dan bagian dari budaya digital akan tampak benar-benar baru, yang sebelumnya tidak terduga karena tidak dapat atau tidak akan muncul di dunia nyata.

Munculnya budaya digital membentuk kebiasaan baru. Dalam perjalanan karir saya sebagai tenaga pendidik – guru, perubahan pola belajar dan transformasi teknologi amat nyata saya perhatikan. Saya termasuk generasi yang pertama kali mengenal PC di era prosessor  generasi ke-3, processor 80386 DX atau processor 80386SX, CPU 32 bit berbasis DOS, dengan RAM 16 MB.

Era komputer dan aplikasi berbasis digital kini sudah memasuki babak yang akselerasinya boleh dibilang ‘unpredictable’. Prosessor intel sebagai penguasa pasar, sudah sampai ke produk Intel core i9-12900KS dengan kecepatan clock boost 5,5 GHz pada dua core dengan frekuensi turbo all-core 5,2 GHz. Sementara di papan mesin smartphone, snapdragon membumbung dengan keluaran anyarnya;  snapdragon 888+ 5G dengan kemampuan AI engine.

Perkembangan perangkat teknis untuk mendukung teknologi komputasi dan data digital ini menurut saya memengaruhi kebiasaan dan pola kerja, bahkan pola hidup kita seluruhnya. Koridor  ‘citizen’ kini berpadu dengan ‘netizen’. Kedua bentuk peradaban tersebut berjalan dengan perkembangan dan pertumbuhan budaya baru. Lalu memperkokoh kebiasaan baru.

Dalam forum diskusi pendidikan dan pengasuhan, akulturasi budaya digital menjadi perhatian yang cukup besar bagi berbagai kalangan dan para penentu kebijakan. Masyarakat dipaksa ‘aware’ terhadap transformasi ini, dituntut melek terhadap fenomena disrupsi ini. Jika tidak, semua akan tersingkirkan, semua terancam.

Meski gradasinya halus dan kadang tertutup dengan isu-isu lokal yang absurd seperti isu korupsi, isu kriminal, isu ketidakadilan hukum dan lain-lain, mau tidak mau, suka tidak suka, masyarakat terus terdorong arus perubahan budaya ini. Kemudian dengan terengah-engah beradaptasi dengan kebiasaan baru tersebut.