PERJALANAN Mas Karebet berakit menyusuri sungai adalah ujian terberatnya di masa muda. Ada dua versi cerita, tentang dia dihadang puluhan buaya.
Pertama cerita buaya itu tak lain banyak perempuan yang menggodanya. Kedua, cerita bajul itu jebul empat puluh penjahat yang menghalanginya.
Dari cerita pertama, Karebet dikisahkan diangkat anak oleh janda Ki Ageng Tingkir di desa Tingkir (daerah Salatiga). Lanjut karena ketampanannya, ia dipuja dengan nama Joko Tingkir.
Dari cerita kedua, dikisahkan para penjahat itu bisa ditaklukkan, bahkan mengiring/mengawal perjalanan lanjut Joko Tingkir.
Kedua kisah cerita itu saya kira menyejarah.
Joko Tingkir kemudian mengabdi di Kesultanan Demak, dan dinikahkan dengan anak Sultan Trenggono.
Dalam satu peperangan, sebagai senopati Joko Tingkir memenangkannya. Ia pun diberi hadiah satu desa di daerah Surakarta. Ia kemudian mendirikan kerajaan Pajang dan menjadi raja dengan gelar Sultan Hadiwijaya.
Satu kisah perjalanan anak manusia, dari bawah hingga menjadi raja. Dari Mas Karebet, Joko Tingkir, melalui perjalanan seorang anak desa yang penuh perjuangan hidup.
Lalu apa pasal, andai dalam perjalanan tak kenal lelahnya, Joko Tingkir minum dawet.
Atau bahkan saat menjadi raja besar, Sultan Hadiwija pun suka minum dawet.
Joko Tingkir ngombe dawet
Jo dipikir marai mumet.***