Keputusan mengejutkan kembali datang dari duet Donald Trump dan Elon Musk, yang kini dikenal sebagai “Trumpelon,” dengan serangkaian kebijakan radikal yang mengguncang ekonomi global.
BARISAN.CO – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengejutkan dunia dengan kebijakan ekonomi yang agresif. Sejak Selasa, 4 Maret 2025, pemerintahan Trump memberlakukan tarif impor 25% terhadap produk dari Meksiko dan Kanada, serta menaikkan tarif barang dari China sebesar 10%.
Langkah ini menambah daftar kebijakan kontroversial yang diambil Trump bersama Elon Musk, yang kini menjabat sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah.
Sejumlah pengamat menyebut kombinasi Trump dan Elon Musk, yang dijuluki “Trumpelon“, sebagai pemerintahan dengan kebijakan unilateralisme yang kuat.
Namun, menurut ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, pendekatan mereka lebih bersifat pragmatis daripada ideologis.
Keduanya memiliki latar belakang sebagai pengusaha dan kapitalis, sehingga kebijakan mereka berorientasi pada efisiensi dan keuntungan ekonomi bagi Amerika Serikat.
Kebijakan terbaru ini merupakan bagian dari strategi besar Trumpelon untuk menyelamatkan ekonomi Amerika dari ancaman kebangkrutan akibat utang yang terus membengkak.
Dalam pidato State of the Union, Trump berjanji akan mewujudkan anggaran berimbang selama masa pemerintahannya.
Salah satu langkah drastis yang diambil adalah pembubaran USAID, yang dapat menghemat pengeluaran negara hingga 40 miliar dolar AS per tahun. Selain itu, penghentian bantuan ke Ukraina berpotensi mengurangi beban anggaran sebesar 39 miliar dolar AS per tahun.
Wacana untuk keluar dari NATO dan WHO juga menjadi perhatian dunia, karena dapat menghemat anggaran sekitar 3,58 miliar dolar AS dan 1,28 miliar dolar AS per tahun.
Penerapan tarif impor yang tinggi terhadap produk dari Meksiko, Kanada, dan China memiliki dampak ganda.
Di satu sisi, pemerintah Amerika akan mendapatkan tambahan pendapatan yang besar, serupa dengan pajak yang dibebankan kepada masyarakat.
Namun, di sisi lain, sekitar 50% hingga 100% dari tarif impor ini akan dibebankan kepada rakyat dalam bentuk kenaikan harga barang.
Wijayanto menilai bahwa inflasi akibat kebijakan ini kemungkinan hanya berdampak dalam jangka pendek.
Selain itu, langkah ini juga lebih mudah diterima oleh masyarakat dibandingkan kenaikan pajak, karena dapat dinarasikan sebagai upaya melindungi industri dan tenaga kerja dalam negeri.
Langkah ini juga sejalan dengan ideologi Partai Republik yang mengedepankan kebijakan pajak rendah.
Utang Pemerintah Federal AS saat ini mencapai 36,22 triliun dolar AS, atau sekitar 124% dari PDB. Dengan tren ini, tanpa intervensi drastis, total utang diperkirakan akan meningkat menjadi 54,38 triliun dolar AS dalam satu dekade mendatang. Pada titik tersebut, kebangkrutan Amerika sudah berada di depan mata.