BARISAN.CO – Seperti yang kita tahu, di zaman yang serba canggih ini masyarakat selalu dimanjakan dengan sesuatu yang instan, contohnya belanja online di salah satu e-commerce. Nah, hal ini juga yang menjadikan beberapa dari masyarakat Indonesia senang hidup kemewahan atau hedonisme.
Biasanya kata ‘hedon’ ini untuk menggambarkan atau mengkritik seseorang yang miliki gaya hidup konsumtif, boros dalam menggunakan uang untuk hal yang tidak penting. Kata ‘hedon’ ini juga sering dilontarkan untuk orang yang ‘gila belanja’, apalagi sering adanya sale besar-besaran.
Demi kesenangan semata atau biasa disebut dengan istilah ‘laper mata’, kehidupan hedonis ini tidak akan mikir panjang untuk mengeluarkan sejumlah uang. Hal tersebut yang akan membuat kita boros, memicu utang bahkan jika dibiarkan terus-menerus akan mendekati kemiskinan.
Generasi milenial dan setelahnya menjadi kelompok yang rentan berperilaku hedonisme karena pengaruh modernisasi dan globalisasi tersebut. Mereka menyambut baik terhadap perkembangan teknologi yang serba canggih saat ini. Hal ini ditandai juga dengan penggunaan gadget dan media sosial.
Penggunaan peralatan dengan teknologi tinggi, kini tak hanya untuk mempermudah aktivitas manusia saja, melainkan untuk menunjukkan status sosial masyarakat. Semakin canggih semakin terlihat berkelas. Tak heran jika saat ini banyak orang yang rela membeli teknologi tinggi dan terkini meski mereka harus berutang. Membeli iPhone 12 dengan cara kredit misalnya.
Media sosial juga mengalami pergeseran fungsi. Jika dulu untuk berkomunikasi kini bisa untuk menunjukkan aktivitas diri. Orang tak segan memamerkan kekayaan dan kebahagiaanya di media sosial hanya untuk mendapat pujian. Meski tak sedikit yang berbohong dan terpaksa menguras tabungannya untuk dilihat ‘wah’.
Akibatnya kebutuhan pokok seperti pakaian pun beralih fungsi. Tak sekadar pakaian tapi juga perhiasan. Banyak berita beredar tentang public figure yang menghambur-hampurkan uangnya hingga jutaan rupiah untuk membeli barang-barang branded. Tak tanggung-tanggung belinya pun di luar negeri.
Berbagai studi menunjukkan generasi milenial terancam tak mampu beli rumah. Penyebab karena hedonisme tadi. Mereka lebih memilih membeli gadget, makan enak dan minum kopi di kafe yang instagrammable, membeli barang-barang yang tak dibutuhkan hingga pengalaman dengan melakukan traveling.
Aktivitas itu tak salah, tapi bermasalah jika dilakukan secara berlebihan. Membeli gadget terbaru, nongkrong – nongkrong di café atau coffee shop, membeli barang dan traveling tentu membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Apalagi jika dilakukan hanya untuk dipamerkan di media sosia, demi like dan comment.
Jika tak diimbangi dengan menabung dan investasi bisa-bisa mereka menderita kemiskinan di masa depan. Padahal berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, 70 persen mereka yang lahir di bawah garis kemiskinan tidak akan bisa mengangkat status ekonominya di kelas menengah.
Meski begitu masih ada generasi milenial yang hidup sederhana. Kebiasaannya bisa menjadi contoh generasi lain. Faruk Muhammad namanya, seorang IT freelancer di salah satu perusahaan di Jakarta.
Ia tak mau hidup miskin, makanya selalu hidup hemat dan memprioritaskan kebutuhan primer.“Kalau saya sih buat kebutuhan primer tidak terlalu ribet dan mahal, untuk soal makanan juga gampang, kecuali kalau ada pantangan soal beli apa atau harus tahan beli makanan apa,” ujar Faruk kepada tim Barisan.co, Senin (15/03/2021).
Di umurnya yang masih terbilang sangat muda ini, Faruk menceritakan kesuksesannya dibalik menabung untuk membantu sang adik yang sedang kuliah. Ternyata uang yang dikumpulkan melebihi dari ekspektasinya sehingga ia belikan tanah.