Tahun 1949, Abdus Salam menerima gelar sarjana di bidang matematika dan fisika dengan penghargaan tertinggi.
Insiden Ahmadiyah
Februari 1953, kerusuhan anti-Ahmadiyah terjadi di kota Lahore. Insiden itu berlangsung dengan serangan pembakaran dan penjarahan yang menyebar ke bagian kota Punjab. Ratusan penganut Amadiyah dikhawatirkan akan dibunuh. Ketika insiden itu mereda, Abdus Salam telah kembali ke St. John’s College Cambridge, sebagai dosen.
“Saya kembali ke Cambridge pada tahun 1954 sebagai dosen dan anggota St. John’s College. Tiga tahun kemudian, saya menerima jabatan profesor di Imperial College, London, di mana saya berhasil mendirikan salah satu kelompok fisika teoritis terbaik di dunia,” tuturnya.
Terlepas dari kepindahannya dari Pakistan, sebagian dan intelektual menghargainya sebagai aset. Dia dilantik sebagai rekan di Akademi Ilmu Pengetahun Pakistan tahun 1954.
Kemudian, di tahun 1968, dia menerima penghargaan Atoms for Peace atas upayanya membuat dunia sadar akan manfaat yang diperoleh dari penggunaan pengetahuan nuklir untuk perdamaian, kesehatan, dan kemakmuran.
Tahun 1974, di bawah rezim Zulfiqar Ali bhutto, Jamaah Muslim Ahmadiyah di Pakistan secara resmi dinyatakan sebagai non-muslim melalui undang-Undang Konstitusi yang disahkan di parlemen karena keyakinan mereka. Kabar tersebut sangat memukul Abdul Salam karena ilmu dan agama adalah dua pilar di hidupnya. Dalam catatan hariannya, Abdus Salam menuliskan “Dinyatakan non-muslim, tidak bisa mengatasinya.”
Bangga terhadap Islam dan Pakistan
“Untuk menggarisbawahi kebanggaan pribadinya sebagai Muslim, ia menumbuhkan janggut dan mengambil nama deoan kenabian, Muhammad.” Gordon Fraser dalam buku Cosmic Angry: The First Muslim Nobel Scientist, hal. 249.Gordon Fraser dalam buku Cosmic Angry: The First Muslim Nobel Scientist, hal. 249.
Mengutip Herald Dawn, dia mengatakan, tata cara apa pun tidak akan mengubahnya. Abdus Salam akan tetap melanjutkan pekerjaannya dan terus mencintai Islam dan Pakistan.
“Saya terlahir sebagai orang Pakistan. Gen saya terbentuk di sini, nenek moyang saya telah tinggal di tanah ini selama lebih dari 200 tahun dan menerima Islam 700 tahun yang lalu. Tidak ada yang bisa merampak hak saya ini.”
Pada tahun 1996, di usia 70 tahun, Abdus Salam meninggal. Dia diagnosis menderita penyakit Alzheimer dan menjadi semakin lemah di penghujung hayatnya. Dia dimakamkan di negara kelahirannya, Pakistan.
Meski pun, menjadi pahlawan dan panutan, tetapi, karena keyakinannya, batu nisan yang awalnya bertuliskan “Abdus Salam, Peraih Nobel Muslim Pertama” dirusak. Orang-orang menghapus kata muslim dari batu nisannya tersebut. [rif]
