Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Ada 2 Juta Hektar Lahan Pertanian di Pulau Jawa Belum Optimal

Redaksi
×

Ada 2 Juta Hektar Lahan Pertanian di Pulau Jawa Belum Optimal

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Lumbung pangan nasional bukan kenyataan baru. Presiden Soeharto pernah mencanangkan lahan padi sejuta hektar. Susilo Bambang Yudhoyono mencetak Merauke menjadi lumbung pangan dan gagal. Kini Presiden Joko Widodo, dibantu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, membuat lumbung pangan nasional di Kalimantan.

Menanggapi hal tersebut, Akademisi Universitas Sebelas Maret Ir. Rofandi Hartanto mengatakan ada 2 juta hektar lahan belum optimal di Pulau Jawa. Menurutnya, intensifikasi di daerah padat seperti Jawa akan lebih baik jika dilakukan.

“Akan lebih baik jika lokasi food estate diintensifkan di daerah padat seperti di Pulau Jawa, sebagian Sumatera, dan Sulawesi.” Kata Rofandi Hartanto saat dihubungi tim lewat pesan singkat, (20/07/2020).

Dia juga menyarankan agar digunakan teknologi untuk pengolahan tanah, penanaman dan pemanenan dengan mekanisasi pertanian. Menurutnya hal ini untuk menarik milenial ikut terjun dan menjadi langkah intensifikasi di daerah padat, yang kekurangan tenaga kerja bidang pertanian.

“Sekarang ini pekerja di bidang pertanian tenaga yang sudah tua-tua, pertanian menjadi hal yang kurang menarik.” kata Rofandi Hartanto.

Dia pun meminta adanya keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian agar lumbung pangan tidak hanya menguntungkan usaha besar. Selain itu, penting juga untuk memperhatikan kondisi lapangan terkait importansi. Seringkali kebijakan impor bertabrakan dengan masa panen raya yang menyebabkan harga jatuh, dan petani sangat dirugikan.

“Salah satu kabupaten di Jawa Timur saat ini sedang panen raya, dengan surplus produksi hampir 140.000 ton. Ya, tentu kita harus lindungi petani dari kejatuhan harga akibat kebijakan impor. Intinya, harus ada perencanaan yang detail serta terukur sehingga dalam rangka ketahanan pangan semua dapat mengambil peran,” ujar Rofandi.

Ia pun mengingatkan agar pemerintah tidak lagi tumpang tindih kebijakan antar departemen yang ke depannya akan menyulitkan koordinasi, meskipun maksudnya baik. []


Penulis: Anatasia Wahyudi

Editor: Ananta Damarjati