Barisan.co – Pandemi Covid-19 menyebabkan ekonomi global mengalami kontraksi. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan merosot hingga 5,2 persen tahun ini. Resesi tersebut menjadi yang paling parah sejak Perang Dunia ke-2.
Proyeksi Bank Dunia Juni lalu terbukti saat ini. Banyak negara yang sudah mengalami resesi, di antaranya Amerika Serikat, Selandia Baru, Jepang, Australia, Jerman dan Singapura. Masih ada puluhan negara lain yang bernasib sama dengan keenam negara tersebut. Bagaimana dengan Indonesia?
Menteri Ekonomi Sri Mulyani telah memberi sinyal, jika Indonesia akan resesi pada kuartal III-2020 sejak satu bulan lalu. Saat itu ia memproyeksikan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus hingga 2 persen. Baru-baru ini, Bank CIMB Niaga mengumumkan hasil risetnya bahwa kontraksi ekonomi Indonesia akan berlanjut di kuartal IV-2020 sebesar 2,3% yoy.
Tak menutup kemungkinan, situasi ini akan berlanjut hingga tahun ini. “Jika kontraksi berlanjut hingga kuartal pertama tahun depan, maka Indonesia akan berada dalam zona resesi yang bahkan lebih panjang dibandingkan krisis moneter 1998,” ujar Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean yang dikutip dari pemberitaan CNBC Indonesia pada 14 Oktober 2020 terkait resesi.
Resesi adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh daya beli masyarakat menurun, aktivitas ritel dan industri manufaktur tutup, serta tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Dampaknya, pemutusan hubungan kerja (PHK) naik signifikan, produksi barang dan jasa yang merosot tajam, macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan. Karena daya beli melemah, banyak bisnis terpaksa gulung tikar dan orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan.
Lantas, bagaimana cara kita hadapi resesi?
Pemerintah tengah berupaya keras menghadapi resesi. Pelonggaran pembatasan sosial adalah salah satu cara agar roda perekonomian terus berputar. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sektor yang terdampak, namun disebut-sebut bisa menjadi pahlawan penyelamat ekonomi. Tak heran jika pemerintah saat ini tengah memacu aktivitas sektor UMKM.
“Resesi akan teratasi kalau kita bisa gila bersama. Pemerintah sudah ajak kita gila bersama, dengan buka pasar-pasar. Kalau yang diajak gila mau, resesi pasti teratasi,” ujar pelaku UMKM Sapto Widodo pada Mimbar Virtual Barisan.co, Selasa (13/10).
Seperti pedagang kaki lima, asal mendapat tempat strategis, mereka akan buka lapak dagangannya. Tak peduli bagaimana ujungnya nanti. Ada preman, mereka atasi. Ada Satpol PP, mereka hindari. Kalau sudah aman, besok dagang lagi. Begitu juga dengan kebijakan pemerintah yang sedang dilakukan. Kelurahan-kelurahan dengan angka kasus Covid tinggi, dibiarkan begitu saja. Yang terpenting ekonomi bisa berjalan seperti sedia kala.
Sapto merupakan pelaku UMKM di dua sektor. Percetakan dan kuliner. Menurutnya industri percetakkan saat ini sudah sunset atau nyaris tenggelam karena tergerus teknologi. Industri percetakkan yang tidak mengikuti zaman dan enggan berinovasi sudah pasti akan mati. Resesi atau tidak resesi, percetakkan tidak berpengaruh secara siginifikan.
Sebaliknya sektor kuliner sedang tumbuh subur. Ia mencontohkan YouTuber kuliner Indonesia, Nex Carlos. Setiap berkunjung ke suatu restoran atau makan jajanan pinggir jalan, Nex Carlos akan unggah video di kanal YouTubenya. Postingan itu bisa ditonton lebih dari 1 juta orang. Besoknya, tempat yang ia datangi omsetnya akan naik karena banyak pengunjung yang penasaran. “Fenomena itu menggambarkan industri kuliner sedang menanjak,” kata Sapto.
Industri kuliner bisa menyelamatkan resesi. Karena apapun yang terjadi, semua orang butuh makan. Maka industri yang berkaitan dengan kuliner akan bertahan. “Tinggal bagaimana caranya bertahan,” tegas Sapto.
Menurut Sapto industri kuliner yang dikemas dan melayani pesan antar lebih berpotensi dibandingkan dengan industri kuliner yang harus dine in (makan di tempat). Jadi, jajanan pinggir jalan dan katering pesta akan lebih sulit bertahan.
Bicara soal usaha yang bertahan atau tidak bisa bertahan, Sapto mengungkapkan pandemi dan resesi bukanlah satu-satunya menjadi faktor tapi juga perilaku usaha. Selama ini pemerintah hanya mengajarkan bagaimana memasarkan produk dan mencari modal.
Pelaku industri didoktrin dengan semakin besar modalnya, semakin tumbuh usahanya dan cepat. Cara untuk mendapatkan modal juga tidak mandiri melainkan pinjam pada lembaga keuangan. Jaminannya adalah aset pribadi seperti tanah, rumah, dan barang berharga lainnya.
Ketika usaha mengalami masalah, pelaku usaha kesulitan membayar dan berujung pada kehilangan asetnya. Masalahnya lagi, jarang sekali pelaku usaha yang fokus pada mengembangkan usaha. Saat mendapatkan hasil dari usahanya, mereka fokus pada lifestyle, contohnya beli motor ninja. Untuk itu penting bagi pemerintah dalam membina para pelaku usaha agar bisa mempertahankan usahanya saat krisis dan menghadapi perubahan-perubahan yang mungkin saja terjadi di perjalanan.
Karena semuanya sudah terjadi dan tidak dipersiapkan sebelumnya, Sapto menegaskan para pelaku usaha harus bertahan. Mau resesi atau tidak, kita semua harus bertahan. “Karena tak hanya resesi yang akan menggilas, tapi juga kompetisi dan lain sebagainya,” pungkasnya, “Mari gila bersama.”
Penulis: Yusnaeni
Diskusi tentang post ini