Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Alhamdulillah Ada Selawat

Redaksi
×

Alhamdulillah Ada Selawat

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Beruntung Mekkah, menjadi kota yang dipilih Tuhan untuk tempat kelahiran nabi terakhir. Mekkah merupakan kota, di mana tak satu pun penguasa dan para penakluk, pada abad ke-6 dan jauh sebelumnya, ingin menguasai daerah itu. Mekkah menjadi kawasan yang tidak pantas diperebutkan. Namun, justru kemudian Tuhan menghadirkan Muhammad di kawasan ini. Muhammad sang penyeru kebenaran.

Muhammad, yang lahir pada tahun 570, pada bulan Ramadan sekitar tahun 610 diangkat oleh Allah sebagai nabi. Ayah Muhammad, Abdullah, meninggal beberapa pekan sebelum kelahiran beliau. Menyusul kemudian Ibunda beliau, Aminah, meninggal saat usia beliau enam tahun. Praktis, dalam usia paling dini, beliau telah menjadi anak yatim-piatu.

Muhammad akhirnya tumbuh sebagai remaja dan pemuda dalam asuhan kakek dan paman beliau, Abdul Muthalib dan Abu Thalib. Dua tahun diasuh Abdul Muthalib, berikutnya bersama Abu Thalib hingga beliau dewasa.

Muhammad terkenal sebagai pemuda yang sedemikian dihormati oleh masyarakat Quraisy sebab kejujuran yang tiada bertara, padahal dari keluarga miskin. Muhammad pula, adalah pemuda terhormat lantaran berbudi halus dan cerdas, walau tak berlimpah harta. Pendek kata, Muhammad adalah pemuda anggun dan sangat mengesankan.

Di kalangan Quraisy ada seorang janda kaya dan cantik, yang tertarik akan reputasi Muhammad, Khadijah namanya. Khadijah sangat terkesan. Padahal, sebagai perempuan kaya dan menarik, ia telah menolak banyak lamaran. Ia menjatuhkan pilihan hatinya kepada pemuda miskin, tapi ulet dan berwatak kuat. Kemudian mereka pun menikah, meskipun ada perbedaan usia kurang lebih 15 tahun. Khadijah telah berumur 40 tahun, sementara Muhammad 25 tahun. Mereka dikaruniai enam anak, dua putra dan empat putri. Tapi dua putra mereka tidak berumur panjang, meninggal dalam usia bocah.

Wahyu pertama turun, lima ayat surah Al-‘Alaq, saat Muhammad berusia 40 tahun. Ketika itu, pada sepertiga akhir bulan Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah ke Madinah (atau bertepatan dengan bulan Agustus 610), beliau menerima perintah membaca. Perintah untuk secara sadar memahami gagasan-gagasan di balik penciptaan. Dan yang paling pertama tentang evolusi embrio manusia. Kemudian berlanjut pada akumulasi pengetahuan umat manusia dari masa ke masa, soal kebenaran-kebenaran ruhani dan ukuran-ukuran moral, dan seterusnya.  

Selanjutnya, Muhammad Saw. membimbing umat manusia selama 23 tahun. Dalam kurun yang teramat pendek, memang, tetapi terbit revolusi spiritual di hati umat yang mengikuti beliau. Revolusi yang kemudian berpengaruh besar dalam sejarah kemanusiaan dunia. Sehingga, lambat laun Mekkah pun dikenal sebagai bagian sejarah peradaban yang mengharubirukan dunia.   

Muhammad Saw. tampil dari lingkungan masyarakat Mekkah, dua ribu lima ratus tahun setelah Ibrahim as, untuk meneguhkan kembali apa yang dipancangkan oleh Bapak Tauhid itu. Nabi Muhammad Saw. juga menapaktilasi perjalanan Nabi Ibrahim as sebagai puncak pendadaran individu menjadi pribadi agung, dalam wujud ibadah haji.

Ibrahim telah berdoa, “Ya Tuhan, jadikanlah kami umat yang tunduk dan patuh kepada-Mu, dan jadikanlah keturunan kami suatu bangsa yang patuh kepada-Mu.” (Al-Baqarah: 128).

Dan, dunia pun mengetahui. Ada jeda waktu 2.500 tahun antara doa yang dipanjatkan Ibrahim hingga dikabulkannya, dengan tampilnya Nabi Muhammad menuntun umatnya berjalan di jalan Tuhan. Dunia atau kita membaca, betapa perhatian Muhammad Saw. tertumpah pada tugas tersebut. Sehingga lahirlah generasi sahabat, hadirlah generasi unggul. Abdullah ibn Mas’ud menuturkan—sebagaimana tulis Wahiduddin Khan, dalam buku Muhammad—bahwa: “Mereka adalah  yang terbaik dalam masyarakat muslim, yang paling ramah, paling luas pengetahuannya, dan sangat pandai bergaul. Mereka adalah orang-orang pilihan Tuhan untuk mendampingi nabi-Nya.”