Sebagai seorang pemuda yang kuat, Ali mencoba menggembirakan dirinya dengan lebih tekun bekerja. Berusaha memendam cintanya kepada Fatimah. Selang beberapa waktu, Ali mendengar kabar kalau lamaran Abu Bakar kepada Fatimah Az-Zahra ditolak. Tentu Ali merasa senang dan gembira, bukan berarti ia rasakan itu karena Abu Bakar ditolak melainkan rasa hatinya yang masih terkondisikan untuk tetap mencintai Fatimah sehingga cinta itu tidak luntur.
Namun tiba-tiba, setelah Abu Bakar sahabat Umar bin Khatab meniatkan diri untuk mencoba melamar Fatimah. Ali mendengar kabar itu, hati dan perasaan Ali sedikit goyah kembali.
Ali menyadari posisinya, apa lagi ia termasuk yang paling muda di antara sahabat Rasulullah. Rasa hormat menjadi suatu yang tidak bernilai. Tentu saja sahabat-sahabat seperti Abu Bakar, Umar dan Usman lebih dekat dengan Rasulullah. Pantas kiranya jika para sahabat yang dekat dengan Rasulullah mendapatkan Fatimah.
Sahabat Umar bin Khatab layak menjadi menantu Rasulullah yang bersandingkan dengan wanita mulia Fatimah Az-Zahra. Apalagi Rasulullah selalu menyanjung Umar bin Khatab dengan sikapnya yang tegas dalam menegakkan agama Allah:
“Dan yang paling tegas dalam menegakkan urusan Allah (syari’at-Nya) adalah ‘Umar” (HR. At-Tirmidziy no. 3791)
Selang beberapa waktu Ali mendengar kabar kalau Rasulullah juga menolak niatan Umar bin Khatab meminang Fatimah. Kembali perasaan hati Ali merasakan kepuasan, cintanya semakin membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja dan lebih mendekatkan diri kepada cinta yang hakiki yakni mencintai Allah sebagai segala sumber cinta.
Ujian perasaan dan keteguhan cinta Ali tidak cukup diatara sahabat Abu Bakar dan Umar. Sahabat Rasulullah yang lainpun berkeinginan mencoba meminang Fatimah, salah saudagar kaya Abdurahman bin Auf hendak meminang Fatimah. Abdurahman bin Auf meminang Fatimah dengan membawa barang-barang berharga seperti seratus onta dan uang 10.000 dinar. Mungkin jika di rupiahkan di era sekarang, nilainya bisa mencapai 60 Milyar lebih.
Lamaran mahal itu pun di tolak Rasulullah. Ketika Abdurahman bin Auf hendak melamar dengan membawa barang berharga, Ali semakin tidak memiliki kepercayaan diri. Ali menyadari bahwa dirinya adalah paling miskin di antara sahabat terdekat Rasulullah.
Namun kekhawatiran Ali tidak sampai di sahabat Abdurahman bin Auf, cobaan cinta Ali tidak cukup sampai di sini oleh sebab sahabat lain juga hendak melamar Fatimah Az-Zahra yakni lamaran itu datang dari sahabat terdekat Rasulullah dialah Ustman bin Affan saudagar kaya dan terlebih dia telah masuk Islam lebih dahulu dibandingkan dengan Abdurahman bin Auf.
Utsaman meminang Fatimah dengan membawa barang berharga seperti apa yang dibawa oleh Abdurahman bin Auf. Seperti sahabat-sahabat yang lain pinangan Utsman bin Afan juga ditolak Rasulullah.
Rasa khawatir dan detak cinta yang semakin menggemuruh dirasakan Ali, mendengar kabar penolakan demi penolakan para sahabatnya yang hendak melamar Fatimah. Di dalam benak Ali juga berkeinginan hendak melamar Fatimah, namun pikiran untuk melamar Fatimah selalu tertutupi oleh ketidakpercayaan diri Ali. Ia merasa tidak memiliki apa-apa.
Bahwa sesungguhnya para sahabat yang melamar Fatimah adalah orang-orang pilihan dan memiliki keunggulan dan kelebihan.
“Kami memilih-milih orang terbaik di antara manusia pada zaman Nabi Muhammad. Dan kamipun memilih (yang terbaik tersebut) adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khatab, kemudian Utsman bin Affan.” (HR. Bukhari: 3655).
Hingga suatu hari sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khatab mendatangi Ali. Kedatangan mereka hendak mengutarakan dan memberikan motivasi kepada Ali untuk mencoba melamar Fatimah. Keduanyapun mengatakan itu kepada Ali, tapi Ali merasa tidak percaya diri dan belum yakin apakah keinginan melamar Fatimah nantinya diterima Rasulullah apa lagi dirinya tidak memiliki apa-apa.