Scroll untuk baca artikel
Blog

Alip Ba Ta yang Tidak Pernah Membosankan Didengar

Redaksi
×

Alip Ba Ta yang Tidak Pernah Membosankan Didengar

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CODia hanya duduk sambil memegang gitar di sana, kepalanya menunduk dingin, dan pandangan matanya tak pernah lepas dari gitar seperti John Petrucci ketika membawakan lagu-lagu Dream Theater. Kita mungkin bosan melihat cara gitaran John Petrucci di atas panggung, tapi tidak dengan dia: Alip Ba Ta.

Justru Alip Ba Ta, yang bernama asli Alif Gustakhiyat, begitu dicintai atas presentasi semacam itu. Panggung Alip hanyalah salah satu sudut rumahnya sendiri. Biasanya ada secangkir kopi dan asbak penuh puntung rokok di sampingnya.

Semua tentang Alip adalah tentang hal-hal sederhana dan minimalis. Barangkali kita senang melihat Alip karena ia tidak menawarkan gimmick apa-apa kecuali musik yang ia mainkan. Kita tahu, gimmick selalu mengandung pretensi di balik kemegahan yang tampak. Dan hal-hal pretensius biasanya sering memuat kepalsuan.

Alip bukanlah musikus yang hidup di balik topeng kepalsuan. Ia menawarkan kemampuan. Dan gaya gitar fingerstyle yang ia mainkan adalah senyatanya kelas dunia. Tak terhitung musikus internasional—bahkan sekelas Brian May—yang  sudah memuji kemampuan Alip.

Sesekali di videonya, Alip menggantung sebatang rokoknya yang menyala di bagian headstock gitar. Asap rokoknya yang kemudian tertangkap kamera itu, sedikit banyak menunjukkan sisik-melik bahwa videonya diambil gelondongan tanpa editan. Dan itu menegaskan betapa 2-4 menit permainan gitarnya relatif merupakan ‘akustik bersih karya seorang maestro’.

Apakah Alip seorang maestro? Iya dan tidak. Bila maestro dimengerti sebagaimana etimologinya, yaitu “orang yang ahli dalam bidang seni, terutama bidang musik, seperti komponis, konduktor; empu,” bisa jadi Alip masuk kategori ini.

Tapi maestro adalah orang yang punya dedikasi pikiran dan tenaga (dan terutama waktu) yang total pada satu bidang, dan Alip tampaknya tidak demikian. Ia menguasai keahlian fingerstyle dengan proses yang jamak menjadi utopia para sosialis.

Maksudnya, Alip tidak mengenyahkan identitas sosialnya yang lain. Kehidupannya tampak normal seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Alip tetap bekerja di waktu-waktu besar sebagai operator forklift, lalu berlatih gitar di waktu-waktu kecil, lalu berbaur dengan lingkungan sosialnya, lalu mendayagunakan surplus waktunya yang lain untuk berekspresi dan beraktualisasi di YouTube.

Di awal kemunculannya, kita mengenal Alip dengan persona seperti itu. Hingga sekarang kita tetap mengenalnya seperti itu.

Memang pada dasarnya tidak banyak informasi tentang Alip. Ia pintar menyembunyikan diri dari gejala showbiz dalam industri musik. Sejauh-jauhnya, kita hanya bisa menyimpulkan bahwa ia tidak banyak berubah meski sudah merengkuh popularitas.

Misalnya, kalau kita perhatikan kolom komentar di video-video awal kemunculan Alip, banyak di antara para Alipers (sebutan untuk penggemar Alip Ba Ta) mengajukan satu dua kalimat spekulasi. Mereka mengatakan, kurang lebih, bahwa, “Kalau elo udah populer, akan tiba saatnya elo rekaman dengan latar studio, pakai gitar harga mahal, dan dilengkapi peralatan standar produksi musik. Tunggu saja, Bang.”

Kita tahu sampai sekarang komentar semacam itu belum bersentuhan dengan kenyataan. Alip bukan orang kebanyakan yang bisa diukur dan mudah diprediksi dengan asumsi ekonomi. Satu-dua perubahan yang mencolok barangkali hanyalah merk gitarnya, dari yang awalnya Yamaha CPX600 berubah menjadi Cort NDX20.

Merk pertama dipatok seharga kisaran Rp2,7 juta dan merk kedua berkisar Rp4,7 juta. Perubahan itu tentu saja terasa insignifikan bagi YouTuber yang meraih jumlah pelanggan (subscriber) sebanyak 4,17 juta orang hanya dalam kurun 3 tahun.