Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Ancaman Arus Modal Keluar

Redaksi
×

Ancaman Arus Modal Keluar

Sebarkan artikel ini

POSISI cadangan devisa pada akhir September 2022 sebesar US$130,8 miliar. Turun sebesar 9,74% dari akhir Agustus yang mencapai US$132,2 miliar. Bank Indonesia menilai penurunan itu antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Jika kecenderungan selama beberapa bulan terakhir berlanjut hingga akhir tahun, maka kemungkinan menjadi rekor persentase penurunan selama belasan tahun ini.

Sebelumnya, penurunan terbesar sempat terjadi pada tahun 2008 (9,28%) dan tahun 2013 (11,88%).

Meski sempat beberapa kali mengalami penurunan, posisi cadangan devisa cenderung terus meningkat. Jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2004 yang sebesar US$36,32 milyar, maka posisi September 2022 terhitung meningkat lebih dari 3,5 kali lipat.

Perubahan Cadangan Devisa Karena Transaksi Berjalan

Penambahan atau pengurangan posisi cadangan devisa tiap bulan atau tahun terutama dipengaruhi oleh berbagai jenis transaksi internasional. Transaksi tersebut dicatat oleh Bank Indonesia dan dipublikasikan tiap triwulan dalam bentuk Neraca, yang dikenal sebagai Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). NPI menjadi catatan arus keluar dan masuk devisa dari sisi negara Indonesia.

Komponen NPI terdiri dari neraca Transaksi Berjalan, neraca Modal dan neraca Finansial. Transaksi Berjalan merupakan neraca perdagangan barang dan jasa dalam arti luas. Cakupannya melebihi Neraca Perdagangan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yang hanya mencatat perdagangan barang ditambah sebagian jasa terkait langsung dalam transaksi barang. Sebagai contoh, transaksi berjalan memasukkan arus pembayaran bunga utang dan keuntungan sebagai balas jasa atas penggunaan faktor modal.

Transaksi Berjalan yang surplus selama setahun berarti ada penambahan cadangan devisa, karena penerimaan dari ekspor barang dan jasa lebih besar dari pembayaran impor barang dan jasa. Sebaliknya jika terjadi defisit, terjadi pengurangan cadangan devisa.

Transaksi berjalan selama kurun tahun 1981-1997 selalu mengalami defisit, dengan nilai yang berfluktuasi. Sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2011 selalu mengalami surplus, dengan nilai yang berfluktuasi.

Sejak tahun 2012 hingga 2020, Transaksi Berjalan selalu mengalami defisit. Secara nominal tercipta rekor defisit pada tahun 2018, yakni sebesar 30,63 miliar dolar. Defisitnya hanya sedikit turun pada tahun 2019, menjadi sebesar 30,35 miliar dolar.

Kondisi Transaksi Berjalan justeru membaik pada tahun 2020, ketika dialami pandemi covid-19. Defisit hanya sebesar US$4,43 miliar atau jauh lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Kondisi makin membaik pada tahun 2021 yang mencatatkan surplus sebesar US$3,46 milyar. Masih berlanjut pada tahun 2022 yang pada semester satu tercatat surplus sebesar US$4,26 milyar.

Perubahan Cadangan Devisa Karena Transaksi Finansial

Hal yang berbeda terjadi pada kondisi transaksi modal finansial, seperti arus neto investasi dan utang piutang. Bisa disederhanakan bahwa Transaksi Berjalan menghitung arus jual-beli, sedangkan Transaksi Finansial menghitung arus utang-piutang. Investasi dapat dianggap jenis transaksi utang-piutang, yang menimbulkan hak dan kewajiban di kemudian hari.

Transaksi Finansial Indonesia cenderung membukukan arus masuk bersih atau surplus, dengan nilai berfluktuasi. Arus masuk bersih pada tahun 2019 mencapai USD36,56 miliar. Artinya, cadangan devisa bertambah sebesar ini selama satu tahun itu.

Pada tahun 2020 dan 2021 ketika dialami pandemi covid-19, kecenderungan tersebut masih terjadi, namun dengan arus masuk bersih yang jauh lebih sedikit. Tercatat neto masuk hanya sebesar US$7,88 milyar pada tahun 2020 dan sebesar US$12,15 milyar pada tahun 2021.