Scroll untuk baca artikel
Opini

Anies Menjaga Marhaen, Kampung Akuarium

Redaksi
×

Anies Menjaga Marhaen, Kampung Akuarium

Sebarkan artikel ini
Abdul Malik
Penulis dan Pemerhati Sosial

Baru-baru ini tanggal 17 Agustus 2021 Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan meresmikan sekaligus menyerahkan kunci rumah bagi warga Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara.

Tidak banyak media yang meliput, mayoritas kita justru mendapatkan beritanya dari laman resmi media Pemprov DKI Jakarta atau akun media sosial Anies Baswedan.

Sekilas terlihat sederhana saja, ada sekelompok warga dibangun rumahnya oleh pemerintah, selesai. Tetapi siapa yang mengira narasi, besar dibalik suksesnya Mas Anies (sapaan akrab Gubernur DKI Jakarta) membangun kembali Kampung Akuarium adalah bagaimana menjaga Kampung asli nelayan di pantai utara Jakarta tetap ada sehingga anak-cucu kita dapat terus merasakan Kampung Nelayan di megapolitan Jakarta.

Dalam sambutannya saat peresmian Kampung Akuarium, Mas Anies menyampaikan, “pembangunan Kampung Susun Akuarium merupakan program strategis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal peningkatan kualitas kawasan permukiman dan masyarakat yang bertujuan untuk memfasilitasi warga DKI Jakarta memenuhi rasa keadilan dalam bermukim. Dan memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak huni, nyaman dan terjangkau. Sehingga, Jakarta tidak hanya maju kotanya, tapi juga bahagia warganya”.

Perjalanan Kampung Akuarium sampai menjadi terkenal dimulai ketika tanggal 11 April 2016 mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama melakukan penggusuran paksa terhadap warga Kampung Akuarium. Selain kondisi kampung yang kumuh dan berdalih berdiri di atas cagar budaya Jakarta, Ahok (sapaan akrab Basuki Tjahaja Purnama) melakukan penggusuran sebanyak 500 Warga Kampung Akuarium.

Bukan tanpa perlawanan, penggusuran Kampung Akuarium mendapat perlawanan warga juga kalangan LSM. Media banyak yang meliput dengan ragam perspektif yang dibangun. Sebagian media menilai Ahok berhasil membereskan kawasan kumuh Jakarta dengan penggusuran Kampung Akuarium. Sebagian media lain justru melihat dari perspektif warga Kampung Akuarium, yakni “banteng terakhir” kebudayaan maritim (Nelayan) Jakarta yang digusur.

Kampung Akuarium memang pada masa Ahok adalah kumuh, tetapi mereka warga Kampung asli Nelayan Jakarta. Berbeda dengan ribuan cagar budaya benda seperti Museum Bahari, bangunan Pasar Ikan era Batavia yang kini menjadi galeri adalah jejak benda sejarah. Sedangkan Kampung Akuarium adalah jejak peradaban maritim Selat Jakarta, mereka adalah warisan peradaban maritim Jakarta yang masih hidup . Menggusur Kampung Akuarium bukan menggusur kumuh tetapi menggusur warisan sejarah peradaban maritim Jakarta.

Selama penggusuran oleh Ahok warga Kampung Akuarium seperti pelaut ulung yang melawan badai laut, mereka tegak luruh dan kokoh melawan penggusuran. Sebagaimana yang diliput CNN Indonesia, Rabu, 6 Juli 2016 dengan tajuk, “Lebaran di Atas Puing, Perlawanan Warga Kampung Akuarium” berikut ini.

Selasa sore itu Sri Rusdiyani masih repot memasak opor ayam dan sayur nangka. Perempuan 62 tahun itu memasak sejak pagi, dibantu ibu-ibu Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, menyiapkan hidangan untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri. Di sekitar Sri, ratusan ketupat telah matang dan digantung di bawah atap gubuk yang dijadikan dapur umum. Gubuk itu berdiri ala kadarnya, bertiang bambu, berdinding papan, dan beratap terpal sisa gusuran.

Sri mengatakan, ia bertekad salat Id berjamaah di pelataran jalan coran yang masih rata, tak jauh dari Museum Bahari, meski bangunan rumahnya telah rata menjadi puing. Bagi Sri, bisa merayakan lebaran bersama warga di tempat tinggalnya merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Biaya makan-makan itu, kata Sri, diperoleh dari sumbangan donatur.