LAGI-LAGI Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelum lengser Oktober mendatang kembali membuat gebrakan. Kali ini bukan infrastuktur yang megah nan gemerlap atau prestisius tetapi ‘keberanian’ mengubah nama atau branding (penjenamaan) “Rumah Sakit” menjadi “Rumah Sehat” untuk 31 rumah sakit milik Pemprov DKI Jakarta.
Bagi sebagian kalangan atau mungkin buzzer soak, pergantian nama tersebut hanya dianggap sebagai pergantian sepele, iseng dan mengada-ada. Tetapi bagi kalangan yang berpikiran waras, pengubahan nama tersebut sangat bernilai bahkan bisa mengubah paradigma.
Tapi sudahlah kita lupakan buzzer yang memang hidupnya dan dapat duit dari hasil merisak Anies. Apalagi di zaman serba susah ini, lapangan pekerjaan sulit, harga minyak goreng tak mau turun lagi ke harga normal dan nyari bensin atau solar juga ruwet.
Artinya relakan Anies untuk dirisak karena di sana ada ratusan mungkin ribuan mulut yang harus makan. Karena kalau dibiarkan angka stunting di Jakarta atau nasional akan naik jumlahnya.
Kebijakan Anies mengubah istilah Rumah Sakit menjadi Rumah Sehat sebuah kebijakan tepat nan cerdas. Meskipun ini bukan ide Anies yang orisinil karen Dompet Dhuafa sebelumnya sudah membangun Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa seperti di Parung dan Kemang.
Selama ini ada anggapan dan juga ungkapan satiris di kalangan masyarakat ketika seseorang masuk rumah sakit bukan malah sembuh tapi malah penyakit tambah parah. Bukan malah sembuh tapi malah mati. Selama ini juga banyak testimoni misalnya di media sosial obat bukannya malah menyembuhkan tapi malah bikin komplikasi.
Anggapan dan pengalaman pribadi itu tidak bisa disalahkan kendati memiliki kasus spesifik masing-masing. Terlepas dari ketidaktahuan masyarakat apakah itu karena kurangnya informasi atau juga baru masuk rumah sakit ketika penyakitnya sudah parah.
Dalam setiap pernyataannya termasuk yang paling anyar ketika memberikan sambutan dalam pelantikan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jakarta 2021-2024 sebagai kepala daerah ia mengaku punya dua kewenangan, yaitu kewenangan anggaran dan kebijakan. Tanda tangan harus bermanfaat bagi masyarakat. Karena setelah tak berkuasa tanda tangan itu tidak ada apa-apanya. Pengubahan nama itu wujud dari begitu saktinya tanda tangan pejabat untuk kesejahteraan warganya.
Pengubahan nama yang disertai penyeragaman logo juga dikatakan Anies disertai penambahan fungsi rumah sakit. Bila selama ini rumah sakit lebih fokus pada kuratif dan rehabilitasi maka dua fungsi lainnya akan disejajarkan yaitu fungsi promotif dan preventif.
Bagaimana dengan rumah sakit swasta. Anies mengaku sampai saat ini belum memberikan anjuran untuk penjenamaan kepada rumah sakit partikelir. Anies menyerahkan soal itu ke Kementerian Kesehatan.
Paling tidak Anies sudah memulai dan kemungkinan juga akan diikuti oleh daerah lain. Tetapi jangan terlalu terburu-buru juga untuk daerah lain atau pemerintah pusat mengubah nama. Karena apa artinya nama berubah kalau pola pikir, sikap dan pelayanan dari tenaga kesehatan juga tidak berubah.
Jadi kepada para pejabat gunakankah tanda tangan Anda untuk kemaslahatan warga dan masyarakat. Jangan nunggu pensiun atau lengser karena tanda tangan Anda hanya berlaku untuk buku rapor anak Anda di setiap akhir semester atau di buku nikah jika Anda nikah lagi! [rif]