Scroll untuk baca artikel
Opini

Antara Sehat dan Mati, Pemerintah Memilih Ekonomi

Redaksi
×

Antara Sehat dan Mati, Pemerintah Memilih Ekonomi

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Sebagaimana rilis Badan Pusat Statistik (BPS) angka pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2020 minus 5,32 persen. Meski minus, tetap bisa berbangga dan sombong. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang minusnya melebihi negara Indonesia. Sebut saja Amerika Serikat pertumbuhan ekonomi minus 9,5 persen. Negara tetangga Malaysia minus 8,4 persen dan Singapura minus 12,6 persen. Bolehlah sombong dikit, lebih hebat kan.

Bisa dibilang pemerintah lebih memilih ekonomi daripada kesehatan di era gelombang dasyat pandemi Covid-19. Dana miliaran rupiah untuk para influencer dan bahkan pemerintah pernah berkeinginan mengucurkan dana miliaran rupiah kepada influncer untuk mempromosikan pariwisata.

Wajar ya, jika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami kerugian akibat dampak virus corona. PT Angkasa Pusa 1 (Persero) mencatat laporan keuangan negatif sepanjang semester 1 tahun 2020, rugi Rp 1,16 triliun. Sementara itu, rekannya PT Angkasa Pura II (Persero) mengalami kerugian Rp 838,26 miliar.

Begitu juga dengan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mengalami kerugian pada semester I 2020 sebesar USD 712,73 juta atau setara Rp 10,40 triliun (kurs USD 1 = Rp 14.600). Bahkan PT Pertamina (Persero) mencatatkan kerugian senilai USD 767 juta pada tahun berjalan semester I 2020. Kerugiannya enam bulan ini setara Rp 11,28 triliun.

Meski rugi tidak apa-apalah, alasan sederhananya karena dampak pandemi Covid-19. Jadi jangan bicara sembarangan, kalau kita bisa mengalami resesi atau krisis. Soal krisis kita sudah punya pengalaman krisis moneter. Ingat pepatah, “Pengalaman adalah guru yang terbaik.

Tanah pilihan

Soal pilihan sebagaimana pemerintahah antara ekonomi dan kesehatan.  Mengingatkan saya pada seorang pemuda yang datang ke rumah. Ia berbicara pilihan antara mati dan sehat.

Jika saya sakit tidak sembuh-sembuh. Jangan sampai menjual aset, terutama tanah untuk biyaya pengobatan. Lebih baik saya mati,” ucapnya.

Bahkan menurut penuturannya pesan ini sudah ia sampaikan kepada istri dan anak-anaknya. Saat ini mencari uang untuk beli tanah sangat sulit, hanya cukup keperluan rumah tangga. Lihatlah, sekadar ingin punya rumah dan tanah harus rela kredit 10 tahun hingga 15 tahun.

Berbicara tentang tanah, tentu apa yang ada pada diri kita. Bahwa sesungguhnya manusia tercipta dari tanah. Bahkan di masyarakat Jawa ada tradisi mengubur ari-ari (batir-Red). Penguburan ari-ari tidak sekadar mengubur, bahkan diberi penerangan lampu. Ari-ari dikuburkan memiliki arti penting keterikatan dirinya dengan ciptaan. Sebab ari-ari merupakan organ jalur hidup jabang bayi ketika dalam kandungan. Maka istilah orang jawa menyebutnya “Batir” atau teman.

Bahkan seorang anak mengalami sakit, badanya panas karena pindah rumah atau menempati daerah yang baru. Seorang ibu diminta untuk mengambil tanah dari kediaman awal. Tanah tersebut bisa ditabur di daerah baru yang ditempati maupun dibuat alat kompres untuk anak sakit.

Dulu, zaman para wali terutama Sunan Kalijaga. Senjata pamungkas berdakwah selain ilmu dan kanuragan adalah segengam tanah yang dibawa. Jika tanah itu cocok di daerah yang dilewati, maka ia harus berhenti dan berdakwah di situ.

Ilmu tentang tanahpun dimiliki Sunan Kalijaga. Ketika Sunan Kalijaga ke Semaran, wilayah dibawah kekuasaan Ki Ageng Pandan Arang. Sunan Kalijaga mau diberi hadiah harta melimpah, namun Sunan Kalijaga menolak. Ia hanya meminta untuk dapat adzan di wilayah kekuasaan Ki Pandan Arang. Lalu Sunan Kalijaga mencakul tanah, seketika itu tanah menjadi emas.