Scroll untuk baca artikel
Blog

Aturan Tilang Elektronik Efektif Terhadap Mobil Orang Kaya?

Redaksi
×

Aturan Tilang Elektronik Efektif Terhadap Mobil Orang Kaya?

Sebarkan artikel ini

Diskrepansi statistik penelitian itu menyebut, mobil-mobil mewah terhitung 4 kali lebih berpotensi melanggar aturan di persimpangan jalan dibanding mobil lainnya. Mobil mewah juga jarang memberi kesempatan pejalan kaki untuk menyeberang di perempatan.

Pada gilirannya disimpulkan, orang dengan kedudukan sosio-ekonomi yang mapan, umumnya tidak peduli pada ikatan sosial. Akibatnya, kepentingan pribadi mereka membuatnya memiliki lebih sedikit keraguan untuk melanggar aturan.

Kecenderungan demikian sepertinya tak jauh berbeda dengan Indonesia. Kita dengan gampang menemukan mobil mewah ugal-ugalan melampaui batas kecepatan. Aturan elementer seperti memasang plat nomor, misalnya, pun sering tidak dijalankan pemilik mobil mewah.

Maka, bila asumsi ini benar, bahwa: orang-orang berduit bisa ‘membeli hukum’ tilang elektronik, barangkali Polri bisa menimbang praktik denda progresif di negara-negara Skandinavia.

Pernah ada berita, dikutip dari The Guardian, seorang pengusaha kena denda €54.024 (atau kira-kira Rp700 jutaan) karena ngebut di Finlandia. Di Swiss, seorang pengemudi Ferrari membayar selangit dengan alasan yang sama, dan ia didenda £182.000, atau Rp3,5 miliar kalau diindonesiakan.

Denda besar seperti itu jarang terjadi. Tetapi hukuman yang dihitung berdasarkan pendapatan adalah hal biasa. “Ini adalah tradisi Nordik,” kata seorang penasihat pemerintah Finlandia yang diwawancara.

Akhir kata, menghapuskan praktik ‘uang damai’ oknum polisi adalah satu persoalan hari ini, dan tilang elektronik adalah solusi yang patut diperjuangkan.

Selebihnya, jika tujuan akhir sebuah aturan adalah menciptakan ketertiban bagi semua, maka dibutuhkan aturan yang seadil mungkin, yang mampu mengeliminir potensi pelanggaran lalu lintas oleh semua kelas masyarakat. []