Bank Dunia memprediksi pendapatan negara tak mampu mengejar laju pertumbuhan ekonomi, memperlebar jurang defisit.
BARISAN.CO – Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menyoroti proyeksi terbaru Bank Dunia terkait kondisi defisit dan utang Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Dalam sesi membaca cuitannya di kanal YouTube resminya yang dikutip hari ini, Awalil mengupas secara rinci outlook yang dirilis Bank Dunia dalam laporan Macro Poverty Outlook 2025.
Dalam pemaparannya, Awalil menyebutkan bahwa Bank Dunia memproyeksikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2025 akan mencapai 2,70% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka ini lebih besar dibandingkan target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yang dipatok sebesar 2,53%.
“Artinya, defisit kita lebih lebar dari target pemerintah. Selisih 0,17% dari PDB itu bisa berarti sekitar seratusan triliun rupiah, tergantung berapa PDB nanti,” ujar Awalil, Selasa (29/04/2025).
Ia menjelaskan, angka defisit tersebut dihitung berdasarkan data realisasi APBN dan proyeksi Bank Dunia untuk tahun 2025 hingga 2027. Untuk tahun 2025 yang sedang berjalan, datanya masih berupa prakiraan, sedangkan untuk tahun 2026 dan 2027, Bank Dunia memperkirakan defisit tetap berada di kisaran 2,7% terhadap PDB.
Awalil juga menggarisbawahi bahwa dibandingkan RPJMN, angka defisit yang diproyeksikan Bank Dunia menunjukkan potensi pelebaran yang cukup besar.
Menurutnya, pemerintah perlu memperhatikan kemungkinan meningkatnya nominal defisit tersebut, yang bisa berdampak signifikan terhadap pembiayaan negara.
Selain itu, Awalil juga menyoroti proyeksi pendapatan negara. Bank Dunia memperkirakan pendapatan negara Indonesia pada 2025 sebesar 11,90% terhadap PDB, lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di luar masa pandemi COVID-19.
“Pendapatan negara secara nominal mungkin sedikit meningkat dibandingkan 2024, tetapi secara persentase atas PDB justru menurun,” kata Awalil.
Menurut Awalil, ini menjadi tantangan besar bagi pengelolaan APBN, sebab dalam RPJMN 2025-2029, pendapatan negara ditargetkan bisa mencapai kisaran 13,75% hingga 18% dari PDB pada 2029.
Bila saat ini justru turun menjadi 11,90%, maka kenaikan yang dibutuhkan untuk mencapai target tersebut tergolong sangat tinggi.
Dalam analisisnya, Awalil mengingatkan bahwa perlambatan pertumbuhan pendapatan negara akan berdampak langsung terhadap pembiayaan defisit.
Akibatnya, pemerintah harus menambah utang dalam jumlah yang lebih besar untuk menutup kebutuhan pembiayaan tersebut.
Bank Dunia memproyeksikan rasio utang pemerintah Indonesia pada 2025 akan mencapai 40,10% dari PDB. Angka ini lebih tinggi dibandingkan posisi tahun 2024 yang diperkirakan sekitar 39,75%. Bahkan, rasio utang diperkirakan terus naik menjadi 40,80% pada 2026 dan 41,40% pada 2027.