Jika tidak ada perubahan paradigma belanja atau masih dengan cara sebagaimana biasanya APBN disusun dan direalisasikan, maka belanja akan terus meningkat pesat.
Penulis menilai belanja APBN 2021 merupakan belanja “urusan lama” sebagaimana biasanya, ditambah dengan beban mitigasi pandemi dan pemulihan ekonomi. Sejauh narasi kebijakan yang disampaikan Pemerintah, hal itu akan berlanjut pada tahun 2022 dan 2023.
Salah satu yang butuh alokasi dana “soalan baru” bernilai cukup signifikan adalah terkait antivirus covid. Dan jangan lupa, alokasi dana dimaksud bukan semata harga, melainkan soal agar bisa digunakan. Termasuk soalan penyimpanan, pendistribusian, sosialisasi, dan seterusnya.
Penulis belum melihat ada rencana bagaimana Pemerintah akan menekan defisit kembali di bawah 3% pada tahun 2022. Berbagai narasi kebijakan terkait hal ini sepenuhnya bersifat harapan dan tidak ada uraian rencana strategis yang cukup meyakinkan.
Solusi administratif sih mudah, terbitkan Perppu baru lagi pada tahun 2022 yang mengatur batas defisit masih boleh melebihi 3% hingga tahun 2024.
Akan tetapi, pengelolaan APBN dengan defisit melebihi 5% selama 5 tahun berarti keuangan Pemerintah dalam kondisi sangat sulit. Pemerintah yang seharusnya menjadi andalan bagi pihak lainnya dalam dinamika perekonomian, justeru terjerat oleh kesusahan keuangannya sendiri. Akhirnya, rakyat lah yang justeru akan membantu menyelamatkan Pemerintah.
*Awalil Rizky; Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri