Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Berpangkal Iman, Berujung Ihsan

Redaksi
×

Berpangkal Iman, Berujung Ihsan

Sebarkan artikel ini
Berpangkal Iman
Ilustrasi foto/Pexels.com

Betapa hakikat rukun Islam adalah tanda kefakiran, kerendahan, dan rasa butuh kita kepada Allah. Rukun Islam adalah tujuan, sekaligus sarana. Rukun Islam menandai penghambaan, yang rindu untuk berdialog kepada junjungan.

Karena sebagai tujuan dan sarana sekaligus, maka harus dilaksanakan secarai benar dan baik. Benar berarti sesuai tuntunan, dan baik berarti terbebas dari bersitan kesombongan, dan lintasan riya.

Dari situlah, saya berkeyakinan bahwa kesadaran itu penentu. Keasadaran tidak ditentukan oleh kondisi material yang dipungut dari luar diri. Seorang akan beriman atau menentang Tuhan tidak ditentukan oleh melarat tidaknya. Bahwa kekafiran bukan sepenuhnya lantaran fakiran.

Terlebih kalau baca sirah, betapa Nabi Muhammad Saw. merasa belum melakukan kewajiban secara sempurna di hadapan-Nya. Ia paling merasa belum sanggup bersyukur. Ia salat malam, dan tidak pernah absen, karena menganggap diri belum sepenuhnya menunaikan hak-hak Allah.

Meski demikian, kehidupan material itu fitrah yang tak boleh diabaikan. Nabi Saw. keras melarang umatnya meninggalkan keluarga hanya karena hendak sepenuhnya beribadah kepada Tuhan. Bahwa kesempurnaan itu tidak berarti dengan meninggalkan rezeki dunia.

Bahkan dalam surah An-Nisa: 75, Tuhan mengkritik kenapa umat Islam tidak mau membela orang-orang yang lemah, orang-orang tertindas. Bahwa ada kesejajaran orientasi ke Tuhan dengan pemihakan kepada kaum terpinggirkan.

Maka, menyuarakan persoalan yang mengimpit kelas bawah, mengangkat isu-isu konkret seperti penggusuran, perbaikan jalan raya, pengusiran pedagang kakilima, penambangan semen yang sewenang-wenang, perusakan pesawahan, penggundulan lahan hutan, ketimpangan UMR, dst itu, tetap wajib kita jalankan.

Berarti?

Ya, kesadaran ketuhanan tetap harus bersambung dengan kemanusiaan. Bahwa sepenuhnya menghamba kepada Tuhan itu mesti memahami peta kemiskinan dan kesenjangan yang disebabkan oleh ketimpangan struktural. Berpangkal pada iman kudu berujung pada ihsan.

Jangan sampai terjadi, “sudah ngaji hikam, tapi berlagak buta terhadap aspal yang jebol di mana-mana.” [Luk]