Scroll untuk baca artikel
Blog

Bersikap Stoik, Bersikap Elitis di Tengah Fase Quarter Life

Redaksi
×

Bersikap Stoik, Bersikap Elitis di Tengah Fase Quarter Life

Sebarkan artikel ini
Beta Wijaya
Staf Barisanco

Quarter life disebut juga masa transisi fase kehidupan ataupun juga sebagai masa perpindahan usia remaja menuju usia dewasa, kisarannya yaitu masuknya usia 20 tahunan menuju ke usia 30 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa masuknya juga pada usia produktif ataupun disebut masuknya usia milenial. Pada usia tersebut segala urusan cita-cita ataupun keinginan untuk segera dicapai.

Selain demi terpenuhinya segala kebutuhan dan keinginan. Masa tersebut adalah masa seseorang ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungannya. Bahwa seseorang mampu mencapainya segala mimpi dan keinginan di usia yang muda.

Dari banyaknya keinginan dan harapan yang menjadi keharusan diri untuk dicapai demi kehidupan yang layak juga besarnya keinginan diakui lingkungan. Hal tersebut justru akan menjadi sebuah masalah-masalah pada kehidupan seseorang yang memasuki fase Quarter life tersebut.

Sehingga dewasa ini disebutlah istilah Quarter life crisis, atau munculnya sebuah kecemasan-kecemasan seseorang di tengah banyaknya keinginan dan cita-cita dengan ragunya kapabilitas diri akan kemampuan untuk meraih segala impian.

Dalam forum diskusi yang diadakan oleh Medical Science Club FKKMK UGM dengan tema Quarter Life crisis: leading to Anxiety or Depression, dengan narasumber Azri Agustin M.Psi, Psi, seorang psikolog dari UGM. Azri menyebutkan bahwa beberapa ciri-ciri seseorang yang menderita quarter life crisis.

Ciri-ciri tersebut yakni; pertama,  akan merasakan sebuah keraguan hebat apakah diri mampu menggapai segala keinginan dan harapan.

Kedua, seseorang tersebut akan kehilangan motivasi dan munculnya sebuah kecemasan akankah masa depan adalah masa kejayaan.

Ketiga, mulai merasa kecewa dengan pencapaian yang telah di raih, dan yang terakhir lebih parahnya lagi mulai mempertanyakan tujuan hidup untuk apa menjejaki dunia penuh fana ini dan apa kontribusi diri bagi kehidupan.

Mengingat analisa tersebut maka apabila semakin dilanjutkan segala kecemasan-kecemasan tersebut akan mengakibatkan Anxiety yang sangat kacau. Mengingat jaman sekarang di tengah porak-porandanya dunia akibat pandemi berkepanjangan yang entah kapan berakhir. Pandemi menjadikan semakin minimnya sebuah kesempatan untuk bisa semakin mengakselerasikan diri.

Akan semakin menambah tekanan pada hidup. Tekanan-tekanan tersebut apabila tidak dikelola baik maka akan menghambat untuk berkarya dan meredupkan api perjuangan. Dari kesemrawutan hidup ini, maka harus disikapi dengan tepat.

Bersikap Stoik akhir-akhir ini sering digaungkan oleh beberapa tokoh psikolog atau para pemikir melalui webinar atupun channel-channel Youtube. Salah satunya yaitu channel Youtube Martin Suryajaya, Martin mengenalkan bahwa pemikiran stoa berasal dari filsafat yunani kuno yang mana pada dasarnya etika bersikap untuk lebih berpikir secara rasional.

Ibaratnya hidup di dunia ini harus dipandang dengan memandang dari kejauhan dengan memisahkan diri dari segala hiruk pikuk dunia. Tetap selalu bersikap biasa-biasa saja atau “bodo amat” atas penderitaan-penderitaan ataupun kegelisahan yang muncul. Dan lebih baik menjalani hidup dengan menerima keadaan bahwa segala sesuatu sudah ditetapkan Tuhan.

Bersikap stoa tersebut bukan berarti melepaskan diri dengan tidak terlibat atas hiruk pikuk dunia sama sekali. Namun tetap berjuang untuk mendapatkan segala keberhasilan, dengan prinsip tidak terpengaruh dengan hiruk pikuk dunia. 

Jadi bukan berarti menerima segala hal lalu menjadi pasif, justru harus menjadikan hidup untuk maju. Sebagaimana contohnya para pencetus pemikiran stoik ini adalah seorang tokoh bahkan kaisar dan seorang senator-senator.