“Kenaikan cukai 5 tahunan sebesar 15% untuk rokok elektronik juga terlalu kecil, mengingat prevalensi rokok elektronik meningkat 10 kali lipat, laju kenaikan yang sangat tinggi, bahkan lebih besar di kalangan remaja,” tambah Tulus Abadi.
Cukai sendiri merupakan salah satu kebijakan yang cost effective untuk mengurangi prevalensi perokok. Namun cukai yang diberlakukan belum mampu menurunkan harga rokok eceran, sehingga konsumsi, terutama pada anak dan remaja masih terancam tinggi.
Ketiga pembicara sepakat memberikan dukungan penuh kepada pemerintah, baik pusat dan daerah untuk konsisten menaikkan cukai tembakau untuk kepentingan penurunan prevalensi perokok anak dan target penurunan prevalensi perokok anak sesuai target RPJMN 2024.
Sebagai informasi, organisasi pengendalian tembakau di Indonesia yang diwakili oleh Komnas Pengendalian Tembakau, CISDI, CHED ITB AD, Lembaga Demografi FEB UI, PKJS UI, MTCC dan TCSC IAKMI sebagai institusi yang mempunyai kepedulian pada isu kenaikan cukai hasil tembakau. [rif]