Scroll untuk baca artikel
Blog

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Tujuh)

Redaksi
×

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Tujuh)

Sebarkan artikel ini

Dikatakan bahwa pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif dimana Belanja Negara lebih besar daripada Pendapatan Negara untuk mendorong perekonomian tetap tumbuh. Secara fakta, defisit memang terus membengkak secara nominal. Sedangkan secara rasio atas PDB tidak pernah memenuhi target RPJMN. Selalu di atas 2%, kecuali pada tahun 2018 yang sebesar 1,82%.

Secara teknis, penyebab utama berupa tidak tercapainya target pendapatan. Rasio pajak atas PDB justeru menurun. Bahkan masih tidak terpenuhi, setelah ukuran rasio yang dipakai diubah menjadi rasio perpajakan yang berarti lebih luas dari sekadar pajak dalam definisi semula.

Utang belum terbukti produktif dan tidak bisa dipastikan aman

Tentang utang yang produktif antara lain dijelaskan soalan ketertinggalan infrastruktur dan masalah konektivitas. Kondisinya menimbulkan tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung masyarakat hingga rendahnya daya saing nasional. Hal itu menjadi dasar pemerintah mengakselerasi pembangunan infrastruktur.

Dianggap ada kebutuhan masyarakat yang mendesak dan tidak dapat ditunda, namun Pendapatan Negara belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan tersebut. Aibetnya menimbulkan defisit anggaran yang harus ditutupi melalui utang. Utang tersebut diklaim aman karena digunakan untuk belanja produktif.

Penjelasan tentang utang bersifat produktif dalam konteks ini sebenarnya dilakukan oleh semua era pemerintahan, bahkan sejak era Soeharto. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) nyaris selalu defisit di era Soeharto, dan selalu defisit di era reformasi. Belanja yang lebih besar dibanding pendapatan biasanya dijelaskan sebagai sesuatu yang tak dapat dihindari dan bahkan diperlukan.  

Dengan demikian diperlukan bukti tentang tingkat produktifitasnya. Salah satu bukti adalah rasio utang atas PDB yang harusnya menurun. Jika menurun artinya nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan perekonomian lebih tinggi dari kenaikan posisi utang.

Andai dibantah dengan perlu waktu agar PDB yang bisa dibaca pula sebagai pendapatan nasional untuk tumbuh pesat, maka dalam kurun waktu beberapa tahun mestinya sudah mulai terbukti.

Bukti yang bersifat lebih langsung tentang tingkat produktifitas utang adalah rasio atas pendapatan negara. Jika produktif, maka rasionya pun menurun. Laju kenaikan pendapatan lebih cepat dari utang. Faktanya, rasionya melonjak dari 168% (2014) menjadi 244% (2019). 

Beberapa penjelasan diberikan dengan mengemukakan hasil-hasil pembangunan yang bersifat fisik, sesuai argumen tentang prioritas pada infrastruktur dan konektivitas di atas. Namun, penjelasan yang disertai angka-angka presisi tentang proyek-proyek tersebut sulit diperoleh. Seharusnya ada analisis yang bisa diketahui publik tentang berapa nilainya dan berapa tambahan utang yang terjadi.