Ketiga tahapan itu barangkali dapat dibaca sebagai fase yang saling memengaruhi. Fase pertama mengakibatkan terjadinya fase kedua dan fase kedua mengakibatkan fase ketiga. Hukum urutan yang sama juga berlaku pada fase ketiga menuju fase selanjutnya.
Apa fase selanjutnya setelah fase ketiga? Jelas bahwa ada akibat dari dunia yang terus berlari. Dalam bahasa Virilio, setiap tercipta sebuah inovasi tercipta pula sebuah kecelakaan. Sebagai contoh, ketika manusia menciptakan sepeda motor, maka saat itu pula kecelakaan-kecelakaan sepeda motorpun secara otomatis tercipta.
Jadi, segala sesuatu yang diciptakan akan berisiko mencelakakan. Segalanya akan bertambah buruk jika penggunaan ciptaan itu tidak disertai dengan pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam dunia dromologi Virilio, apabila manusia tidak membatasi diri atas tuntutan memperoleh kecepatan dari segala hal, ditambah bila manusia juga melupakan nilai-nilai humanismenya, maka hanya akan timbul ‘piknolepsi’ (atau mungkin bisa diterjemahkan secara sembarangan menjadi ‘kejang peradaban’).
Dalam kaitannya dengan penggunaan media sosial, barangkali hoaks adalah termasuk piknolepsi atau kejang peradaban yang dimaksud oleh Virilio itu. Hoaks adalah piknolepsi yang mencelakakan kita semua. Hoaks bertebaran di mana-mana, menumbulkan kegaduhan, dan tidak membawa keuntungan apapun kecuali terhadap segelintir orang jahat.
Hoaks mungkin sudah merupakan piknolepsi yang sulit dihindari. Kita terbukti jarang mampu mengkontrol jari-jemari secara bijak. Ketika mendapatkan berita yang bersifat kontroversial, kita sering terjebak atau terprovokasi untuk menyebar-luaskan berita yang sebenarnya tidak jelas sumbernya itu.
Berbagai faktor menjadikan fenomena piknolepsi banyak ditemui di media-media sosial. Selain bahwa emosi kita sering kali kurang teratur saat membaca berita, ditambah perangai media-media online yang bersifat komersil juncto klikbait, sehingga menyebabkan hoaks tersebar bahkan oleh kita sendiri, rasa-rasanya kok dunia ini semakin celaka. []