BARISAN.CO – Staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo, belum lama ini, mengklaim utang pemerintah telah membuat pertumbuhan ekonomi. Mengutip Tempo, hal itu, ia sampaikan Rabu lalu (3/11/2021) di Bali.
Sehingga ia meminta masyarakat agar tidak hanya melihat besaran utang pemerintah melainkan juga produktivitasnya. Prastowo juga menyebut aset pemerintah sudah berada di atas angka Rp 11 ribu triliun.
Namun, di sisi lain, ekonom Awalil Rizky mengomentari soal pernyataan Prastowo tersebut. Menurutnya, untuk konteks angka dan jumlah aset naik dua kali lipat daripada 5 tahun yang lalu.
“Tetapi, menurut saya dia lompat ketika menganggap aset itu bertambah karena utang. Seolah-olah lho ya. Sebetulnya juga tidak persis begitu. Tetapi, pembaca kan menafsirkannya begitu,” kata Awalil dalam akun Youtube Forum News Network (FNN) pada Jumat (5/11/2021)
Awalil menyebut seolah-olah aset menjadi salah satu penyebab utama bertambahnya utang. Ia menambahkan penambahan aset menurut keuangan pemerintah pusat yang disebut neraca. Kemudian, BPK mengauditnya. Hal itu membuat aset dapat mengalami kenaikan akibat terjadinya revaluasi atau aset yang dinilai kembali.
Awalil memberikan contoh jika Hersubeno Arief selaku pembawa acara itu membeli tanah 20 tahun lalu senilai 100 juta. Kemudian, dengan mengikuti perkembangan harga menjadi 10 milyar saat ini.
“Tetapi, untuk memastikan bahwa itu berupa proses berutang saja, kita harus lihat dulu itu pembelian dari yang lama, bukan pembelian dari utang yang baru ini. Itu tekniknya” tambah Awalil.
Sehingga, Awalil menyampaikan untuk membandingkan secara fair antara tambahan aset pada masing-masing periode. Ia bukannya meragukan tidak adanya aset baru saat utang bertambah pada periode-perode sebelumnya. Akan tetapi, apakah tambahan aset sebanding dengan tambahan utang secara persentase?
Berdasarkan paparan yang disampaikan oleh Awalil, dari data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), total aset Pemerintah Pusat pada 2020 yang telah diaudit mengalami kenaikan. Pada tahun 2019 sebesar Rp 10,467,53 triliun menjadi Rp 11.098,67 triliun.
Nilai aset tetap pada 2020 sebesar 5.976,01 triliun turun 0,44 persen dari tahun sebelumnya menjadi 5.949,6 triliun. Di tahun 2019 melonjak sangat pesat sebanyak 208 persen karena adanya revaluasi, khususnya nilai tanah.
LKPP 2020 merinci adanya kewajiban (Rp 6.262 T), aset (Rp 11.099 T), dan rasionya 59,70 persen.
Pada 2019, membaik amat signifikan terutama karena revaluasi aset tetap. Khususnya tanah. Sedangkan membaik cukup signifikan tahun 2015 terutama karena revaluasi aset BUMN.
Sedangkan nilai aset jalan, irigasi, dan jaringan tahun 2020 sebesar 949 T atau naik 10,41 persen dari tahun 2019 yaitu 852 triliun. Dan, tahun 2019 naik 43,65 persen dari 2018.
Kenaikan selama 5 tahun antara 2014 hingga 2019 adalah 78,93 persen. Akan tetapi, cenderung lebih rendah daripada periode 2009 sampai 2014 atau pada periode SBY sebesar 154,79 persen.
Awalil menyimpulkan era pemerintahan Jokowi tidak lebih baik dari era pemerintahan sebelumnya.
“Untuk itu lebih tegasnya, lebih buruk dalam kinerja-kinerja itu dibandingkan dengan era sebelumnya,” tegas Awalil. [rif]