Scroll untuk baca artikel
Blog

Ekonom Senior INDEF: Oligarki Akan Lebih Eksis Pada 2023-2024 dan Setelahnya

Redaksi
×

Ekonom Senior INDEF: Oligarki Akan Lebih Eksis Pada 2023-2024 dan Setelahnya

Sebarkan artikel ini

Terjadinya oligarki yang merajalela pada era reformasi salah satu sebabnya karena mereka dibiarkan menjadi investor politik.

BARISAN.CO – Ekonom Senior INDEF, Didin S Damanhuri mengatakan oligarki menjadi trendsetter di Indonesia dalam 5-10 tahun terakhir.

“Oligarki akan menjadi lebih eksis pada 2023-2024 dan setelahnya, bekerja sebagai sebuah sistem. Namun fenomena Oligarki di Indonesia telah berlangsung lama dan tidak tiba-tiba saja muncul sebagai sebuah sistem,” sambungnya dalam Diskusi Publik Awal Tahun 2023 INDEF dengan tema Catatan Awal Tahun 2023 dari Ekonom Senior INDEF, kamis (5/1/2023).

Menurut Didin oligarki akan tumbuh subur dalam sebuah sistem politik yang tidak demokratis dengan mengendalikan kontrol ekonomi dan politik sebuah negara.

“Terjadinya koalisi gemuk di parlemen adalah bukti bekerjanya oligarki. Dia bekerja dengan mengabaikan lembaga hukum dan partisipasi publik dalam proses legislasi, sebagaimana diminta oleh Undang-undang,” terangnya.

Pada Era Reformasi demokrasi politik berjalan tetapi oligarki ekonomi mengendalikan politik, karena substansi demokrasi (ekonomi dan politik) tidak berjalan.

Dampaknya ketimpangan makin buruk, rasio gini pengeluaran rata-rata sekitar 0,39. Tapi penguasaan asset oligarki ekonomi dibandingkan mayoritas penduduk sangat timpang, harta 4 orang terkaya sama dengan harta 100 juta penduduk Indonesia paling miskin (credit Suisse). 1 % penduduk terkaya sama dengan 46,6% {DB dan 10% terkaya sama dengan 75,3% PDB.

Menurut index oligarki/Material Power Index (Jeffrey Winter), jumlah 40 orang terkaya rata-rata dibagi income per kapita pada 2014 = 678.000 kali. Pada 2018 meningkat 750.00 kali, pada 2020 menjadi 822.00 kali, 2022 menjadi 1.065.000 kali (Forbes data).

Didin menyampaikan terjadinya oligarki yang merajalela pada era reformasi salah satu sebabnya karena mereka dibiarkan menjadi investor politik di semua tingkatan pemiihan gubernur, pilwakot, pilbupati, dan Pilpres.

“Rekomendasi yang diajukan : Political Reform, yakni dengan menekan ongkos proses politik berupa penyederhanaan prosedur kampanye dan menghilangkan berbagai modus pemberian “mahar” politik,korupsi politik dalam setiap penentuan calon dalam Pilpres, Pileg, Pilkada. Sanksi berat harus disiapkan bukan hanya hukum, juga finansial, politik dan sanksi sosial. Dibutuhkan revisi UU Partai Politik dan UU lainnya yang menciptakan suburnya oligarki ekonomi dan politik,” terangnya.

Ekonom Senior Fadhil Hasan menyampaikan terdapat ramalan buruk ekonomi dunia pada  2023. IMF meramalkan 1/3 negara di dunia akan mengalami resesi. USA, Uni Eropa, Inggris, dan china telah mengalami resesi dari 5% ke 8%. Bahkabn 4 negara mengalami pertumbuhan negatif USA -0.1 %, Inggris -0,2 %, Jerman -0,5 % dan Chili -0.6%.

“Tekanan inflasi dalam negeri komponen harga diatur pemerintah secara tahunan masih tinggi, yang didorong kenaikan harga BBM,bahan bakar rumah tangga, tarif angkutan udara, dan tarif angkutan dalam kota setahun terakhir,” sambungnya.

Penelitian di sektor pertanian dan ekonomi ini juga menjelaskan tentang tekanan infasi komponen inti tahunan masih terkendali. Inflasi di Desember 2022 mengalami penurunan karena penurunan beberapa komoditas pangan.

Ia membeberkan tantangan pangan jangka menengah-panjang bagi dunia dan persoalam bencana alam semakin meningkat dan mungkin akan terus berlanjut.

“Dampak perubahan iklim. perlu mendapat perhatian karena ketergantungan sektor pertanian pada iklim dan tinkat produksi,” terangnya.

Sementara itu, M Nawir Messi menyampaikan sebagai konskuensi dari situasi global, ancamam barang-barang impor akan tetap jadi masalah. Juga karena kita tidak pernah tahu kapan China akan menyelesaikan zero covid-nya yang telah mengganggu rantai pasok dunia.