Seperti yang dilakukan warga dengan budayanya yakni kearifan lokal untuk memberikan sesajen. Upacara tradisi warga mengidentifikasikan hubungan manusia, Tuhan dan kawasan merapi. Sesajen atau sesaji yang disajikan diantaranya kembang, buah-buahan, dan sayuran. Sesaji tersebut asli hasil bumi berkah dari merapi yang diberikan Tuhan.
“Sesajen jangan diartikan negatif. Pada dasarnya itu semua diberikan pada binatang. Misalnya buah diberikan kepada monyet atau kera supaya kawanan monyet tidak turun ke ladang warga untuk merusak. Begitupun herwan-hewan lain juga diberikan sesajen, ini sebagai jalinan antara warga dengan binatang yang hidup di kawasan merapi,” tutur Edhie warga Muntilan Magelang yang saat ini tinggal di Kota Semarang.
Tradisi yang lahir di kawasan merapi interprestasi hubungan timbal balik antara warga dan gunung merapi. Seperti tradisi sedekah gunung, warga lereng merapi memberikan beragam sesajen tidak hanya sayur dan buah-buhan tapi juga ada yang memakai sesajen kepala kerbau. Ritual sedekah merapi sebagai bentuk memohon keselamatan kepada Tuhan.
Kiai Petruk
Fenomena erupsi merapi selalu dikaitkan dengan tokoh Punokawan dalam pewayagan Jawa yakni tokoh Petruk. Sosok Petruk ini ada yang menyebutnya dengan Kiai Petruk, Mbah Petruk dan Ki Lurah Petruk. Cerita Petruk tersebut menjadi cerita turun-temurun warga kawasan Gunung Merapi.
Jika bicara pewayangan bagi masyarakat Jawa memilini nilai-nilai sakral, nilai tersebut menjadi pedoman bagi orang Jawa. Tokoh Punokawan berwujud Petruk merupakan gubahan para Walisanga yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Petruk berasal dari bahasa arab yakni Fatruk dalam ilmu tasawuf disebut dengan “Fatrukkulla maa siwallahi” yang berarti tinggalkan semuanya kecuali Allah (Tuhan).
Sedangkan konon Petruk yang berada di Merapi adalah sosok penjaga Gunung Merapi. Jika dihubungakan dengan tokoh pewayangan, bagi Edhie Petruk tidak ada kaitannya dengan penunggu maupun penjaga Gunung Merapi.
Edhie menyebut sosok tersebut sebagai Kiai Petruk. Sebagai anak Muntilan, Edhie sangat akrab dengan Merapi. Ia lebih suka berusaha menjalin komunikasi dengan sedulur-sedulur yang rumahnya berjarak 2-3 km dari kawah Merapi.
“Karena merekalah yang sesungguhnya paham kapan harus mengungsi. Peningkatan status siaga level 3 saat ini bukan apa-apa. Hanya semacam peringatan saja. Sekaligus menunjukkan bahwa peringatan dini berfungsi baik,” terangnya. []
———-
Indeks Laporan:
- Erupsi Merapi Menunggu Waktu
- Erupsi Merapi dan Kiai Petruk, Bukan Bencana Tapi Berkah
- Muntilan, Distrik Surgawi bagi Penambang Pasir Merapi
- Merapi dan Mitigasi
Penulis: Lukni Maulana