Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Opini

Esai tentang Esai

:: Opini Barisan.co
26 Maret 2021
dalam Opini
Esai tentang Esai

Ilustrasi: culturestrike.net

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp
Oleh: Sulhan Yusuf

“Esai bentuk langsung dari opini.” — Remy Sylado

(2017) Sekira empat tahun belakangan ini, kota Makassar, kota mukim saya dilanda gempa-gempa literasi, yang skalanya masih terukur. Getarannya, sekadar mencubit rutinitas kota, yang konon menurut walikotanya, Dani Pamanto, sang anak lorong, segera berbenah menjadi kota dunia.

Sesarinya, yang saya tunggu adalah, tsunami literasi, yang dalam perspektif gerakan, bagaimana memelihara gempa-gempa itu, berakumulasi menjadi tsunami. Gempa-gempa literasi itu, dipicu oleh beberapa lempengan komunitas literasi, yang secara telaten menggetar-getarkan kota Makassar. Banyak nian komunitas literasi di kota ini, lebih dari sepuluh jari tangan saya, ditambah sepuluh jari kaki saya, masih lebih dari itu jumlahnya.

Salah satu komunitas literasi itu, bernaung di bawah payung Paradigma Institute, yang menyelenggarakan kelas literasi, tepatnya kelas menulis. Tahun 2017 ini, sudah memasuki angkatan ke-3. Capaian dari kelas menulis ini, sudah bisa diverifikasi hasilnya, berupa lahirnya penulis-penulis jebolan kelas, yang menulis di media luring, maupun daring.

BACAJUGA

esai pendek

Esai Pendek

16 Agustus 2022
Menulis Tangan

Pentingnya Mengajarkan Menulis Tangan Sebelum Mengetik

11 Februari 2022

Pun, ada juga yang telah menulis buku, baik fiksi maupun non-fiksi. Dan, pada perhelatan angkatan ke-3, yang memasuki pekan ke-7, Ahad, 02 April 2017, sebelum memasuki masa praktek, peserta kelas disuguhi terlebih dahulu wawasan seputar kepenulisan, salah satunya esai.

Masalahnya kemudian, tatkala para pengelola kelas mendapuk saya, untuk menjadi pemantik perbincangan teknik menulis esai.

Seintinya, di kota Makassar amat banyak penulis esai yang punya reputasi. Para esais itu, dengan segunung pengalaman bisa dimandat untuk mengampu kelas. Hingga esai ini saya tuliskan, saya masih diliputi segudang tanya, mengapa mesti saya? Nah, saya cobalah mencari pembenaran, sebagai penguat, agar saya bisa percaya diri untuk mengampu kelas.

Saya pun menduga-duganya. Pertama, lebih mudah dihubungi. Kedua, sepertinya mereka mulai percaya keampuan saya dalam menulis esai, setidaknya bisa dilihat tebaran esai saya di media. Dan, ketiga, sebaiknya saya tanya pengelola kelas.

Agar penjelasan saya tentang kepenulisan esai meyakinkan, baiklah saya kutipkan beberapa pendapat yang cukup berguna untuk memahami apa itu esai. Saya mulai dulu menebar jala pengetahuannya Alif Danya Munsy, yang nama aslinya, Yapi Tambayong, yang lebih akrab dengan nama samaran, Remy Sylado, dalam bukunya, Jadi Penulis? Siapa Takut!

Ia Membentangkan pandangan, bahwa sejatinya, esai pada awalnya, bertolak dari tradisi tulis di kebudayaan Barat. Esai dimaksudkan sebagai tinjauan analisis terhadap karya kreatif prosa. Pun, dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, lema ini dimaksudkan sebagai: “Karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya”.

Namun, menurut Alif, meski awalnya orang Indonesia menerima kata ‘esai’ ini sebagai bentuk tulisan kritikal terhadap karya-karya sastra, perkembangan berikutnya, ‘esai’ merambah ke berbagai jenis pengetahuan, yang dibahas secara kritikal, dalam sebuah tulisan analitis, spekulatif, dan interpretatif, menyangkut masalahnya yang aktual dan faktual. Sebagai tulisan kritikal, yaitu opini pribadi, yang memposisikan diri pada pertimbangan-pertimbangan objektif, esai memberikan pengetahuan populer yang dibutuhkan pembaca. Dengan begitu, esai adalah bentuk langsung dari sebuah opini.

Biar pahaman kita akan esai makin menukik, saya ajak ke alam pikiran seorang penulis produktif, Muhiidin M. Dahlan. Pada buku Inilah Esai, Muhiddin membentangkan sajadah pemahaman, bahwa Michel de Montaigne (1533-1592) yang menerbitkan edisi pertama esainya pada paruh abad 15, berjudul: “Of the Vanity of Words”, Montaigne memberikan batasan esai sebagai “percobaan”. Dari sinilah, seorang filsuf, Aldous Huxley, mengajukan pernyataan, hendak mengomentari segala hal dan tentang apa saja. Cuilan, kata Bandung Mawardi.

Lebih kongkrit Muhiddin bilang, meminjam penabalan Montaigne, esai adalah cerminan, meditasi, percobaan dalam pengungkapan gagasan yang diekspresikan dengan bahasa yang “lentur”. Sesuatu yang sifatnya longgar, tutur esais kondang, Emha Ainun Najib. Jadi, esai itu bukan karya sastra, bukan pula karya ilmiah. Zen RS mengunci dengan ungkapan,”esai di antara puisi di pojok paling kiri dan karya ilmiah di sudut paling kanan”.

Pastinya, Emha bersabda di CAKNUN.COM,”Esai itu bukan puisi. Akan tetapi esai tidak diperkenankan hadir tanpa rasa poetika. Esai bukan cerita pendek, bukan novel, bukan reportoar teater, namun esai diharuskan bercerita, diwajibkan mengekspresian suasana, itupun cerita dan suasana harus merupakan kandungan yang implisit, yang tersirat, yang samar, sebab kalau tidak: ia dituduh sebagai puisi atau cerita pendek atau novel atau reportoar teater. Demikian pun esei tidak boleh mengelak dari tanggung jawab ilmu dan pemetaan akademik, tetapi kalau esei terlalu terpaku pada hal-hal tersebut: ia akan dituduh sebagai artikel ilmiah dan dibatalkan kehadirannya sebagai esei”.

Ah, rasanya saya kunci saja pembatasan makna esai dengan menukil Ignas Kleden, dalam bukunya, Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan, pada bab 21, Esai: Godaan Subjektivitas.

Ignas menulis, “Dengan membaca sajak kita dapat terserap ke dalam suasana puitis, dan dengan membaca karya ilmiah kita berkutat dengan analisis tentang suatu obyek penelitian. Dalam dua kegiatan itu sang penyair dan sang ilmuwan menjadi tidak penting, karena yang pokok adalah karyanya. Membaca esai, sebaliknya, cenderung membuat kita teringat pada penulisnya, karena gerak-gerik, mimik, dan gestikulasi, demikian pun kegembiraan dan rasa jengkel akan muncul dalam kalimat-kalimatnya. Membaca tulisan ilmiah dan membaca sajak pada dasarnya berarti menghadapi teks, sedangkan membaca esai adalah menghadapi teks sekaligus juga berhadapan dengan penulisnya. Ilmu mengubah subjektivitas menjadi objektivitas, puisi mengubah objektivitas menjadi subjektivitas, tetapi esai menghormati kedua-duanya, menghadapi objektvitas sambil mengubah subjektivitas”.

Sebab kasad pengampuhan di kelas menulis ini bertajuk Teknik Menulis Esai, maka tak elok bila saya luput menyajikan sisi-sisi pedoman praktisnya. Anggaplah muncul pertanyaan, apa petunjuk umum dalam mewujudkan sebuah esai?

Alif menjawabnya dengan santun, pertama, mestilah terampil berbahasa Indonesia. Mengerti aturan-aturan standar EBI. Kedua, materi yang ditulis menarik, dan ketiga, masalah yang dibeber terjawab. Sebuah esai yang tidak memilki tiga kerangka pokok ini, memang tidak ‘menggigit’, atau tidak menarik untuk dibaca.

Selain itu, perlu pula diajukan prayojana, atau yang melatari kemauan kita untuk menulis. Oleh Alif didedahkan, paling tidak delapan tujuan, simpatetik: menghormati orang, karitas: membagi rasa peduli, persuasif: mendayu khalayak, provokatif: mengilik-ngilik khalayak, informatif: menerangkan pengetahuan, interpretatif: menafsir sudut lain, deputatif: penugasan dari redaksi, dan kreatif: dorongan kebebasan menulis.

Lalu, bagaimana bentuk-bentuk esai itu? Maksudnya, gaya menulis esai? Muhiddin menawarkannya dalam buku yang saya sudah sebutkan di atas. Setidaknya, ada 16 pilihan gaya. Sebaiknya, langsung saja membaca bukunya Muhiddin itu, agar esai yang dituliskan tidak mati gaya.

Selain itu, Muhiddin juga menerangjelaskan, bagaimana gaya menulis esai yang mencuri perhatian, membuka tulisan, isi batang tubuh , dan tips menutup esai. Hebatnya buku ini, karena disertai contoh-contoh dari para esais. Persis sama menariknya buku Alif yang telah saya sebutkan.

Singkatnya, bila ada yang bertanya tentang buku rujukan, maka saya merekomendasikan dua judul buku tersebut. Mengapa? Sebab, kedua pengarang itu, sangat lantip dalam membabarkan, mulai dari filosofi, hingga tataran praktis kepenulisan esai.

Sepertinya, tidak perlu berpanjang-panjang menguraikan teknik menulis esai ini. Saran saya, setelah persamuhan ini, pertama, perbanyaklah membaca karya sastra, karena akan membantu dalam alur-gaya kepenulisan. Kedua, segeralah menulis, sebab itulah tindakan yang paling nyata dari kasad kelas menulis ini, memberikan wawasan kepenulisan esai.

Tuliskan opini anda, secara langsung dalam bentuk esai, seperti kata Remy Silado. Dan, jika tak mengganggu, atau penasaran akan pengampuan saya dalam memantik perbincangan di kelas ini, bacalah esai-esai saya yang beredar di media, baik luring maupun daring. Bacalah, sembari menyiapkan peluru tanya, benarkah yang saya maksud esai itu, tercermin dalam tulisan-tulisan saya sebagai esai? Atau paling tidak, esai yang saya tuliskan ini, tentang esai, sudah layak disebut esai?


Sulhan Yusuf, Pegiat literasi dan owner Paradigma Group


Tulisan pernah ditayangkan di kalaliterasi.com pada 2 April 2017. Barisanco menayangkannya ulang sudah atas izin penulis.

Topik: EsaiSulhan YusufTips menulis
Opini Barisan.co

Opini Barisan.co

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

korupsi dan ideologi
Opini

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

1 Juni 2023
Pohon Hayat dan Pohon Ditebang
Opini

Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

31 Mei 2023
Mengawasi Black Campaign
Opini

Penguatan Peran Bawaslu dalam Mengawasi Black Campaign di Sosial Media pada Pilpres 2024

31 Mei 2023
Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator
Opini

Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator

30 Mei 2023
Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei
Opini

Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei

29 Mei 2023
Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat
Opini

Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat

29 Mei 2023
Lainnya
Selanjutnya
Ulama dan Politik

Nilai dan Institusi Ulama dan Politik

Eksploitasi Anak

Memutus Mata Rantai Pekerja Anak di Bawah Umur

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Bahlil Lahadalia Menjadi Pengusaha
Terkini

Bahlil Lahadalia Ajak Lulusan Universitas Paramadina Menjadi Pengusaha

:: Redaksi Barisan.co
1 Juni 2023

Orasi ilmiah "Kebijakan Investasi untuk Mencapai Indonesia yang Sejahtera"

Selengkapnya
kandungan gizi tempe

Kandungan Gizi Tempe, Berikut Cara Menggoreng yang Baik dan Renyah

1 Juni 2023
korupsi dan ideologi

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

1 Juni 2023
Kalender Jawa Juni 2023 Lengkap, Weton dan Penanggalan Hijriah

Kalender Jawa Juni 2023 Lengkap, Weton dan Penanggalan Hijriah

1 Juni 2023
Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023

Poster Perhatikan Kebutuhan Pokok Bukan Terus Merokok, Mahasiswa Peringati Hari Tanpa Tembakau Sedunia

1 Juni 2023
ChatGPT Menyesatkan, Pengacara ini Bakal Kena Sanksi Pengadilan

ChatGPT Menyesatkan, Pengacara ini Bakal Kena Sanksi Pengadilan

1 Juni 2023
Dampak Buruk Polusi Cahaya bagi Kesehatan

Dampak Buruk Polusi Cahaya bagi Kesehatan

1 Juni 2023
Lainnya

SOROTAN

korupsi dan ideologi
Opini

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

:: Redaksi Barisan.co
1 Juni 2023

Korupsi dan ideologi

Selengkapnya
Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

Pohon Hayat dan Pohon Ditebang

31 Mei 2023
Mengawasi Black Campaign

Penguatan Peran Bawaslu dalam Mengawasi Black Campaign di Sosial Media pada Pilpres 2024

31 Mei 2023
Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator

Denny Indrayana, Profesor Asli Bukan Kompresor Apalagi Provokator

30 Mei 2023
Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei

Pemilu Turki: Kemenangan Petahana, Kekalahan Lembaga Survei

29 Mei 2023
Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat

Era Disrupsi, Pejabat dan Pengamat

29 Mei 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang