barisan.co
  • BERANDA
  • Opini
  • Gaya Hidup
    • Lifestyle
    • Kesehatan
    • Kuliner & Wisata
  • Ragam
    • Edukasi
    • Sainstek
    • Sastra
    • Kontemplasi
  • Humaniora
    • Video
    • Viral
    • Infografis
    • Tokoh & Peristiwa
  • Khazanah
  • Ekonopedia
  • Quran
SUBSCRIBE
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • Opini
  • Gaya Hidup
    • Lifestyle
    • Kesehatan
    • Kuliner & Wisata
  • Ragam
    • Edukasi
    • Sainstek
    • Sastra
    • Kontemplasi
  • Humaniora
    • Video
    • Viral
    • Infografis
    • Tokoh & Peristiwa
  • Khazanah
  • Ekonopedia
  • Quran
No Result
View All Result
barisan.co
No Result
View All Result
Home Opini

Esai tentang Esai

Opini Barisan.co by Opini Barisan.co
19 April 2021
Reading Time: 6 mins read
Esai tentang Esai

Ilustrasi: culturestrike.net

Share on FacebookShare on Twitter
Oleh: Sulhan Yusuf

“Esai bentuk langsung dari opini.” — Remy Sylado

(2017) Sekira empat tahun belakangan ini, kota Makassar, kota mukim saya dilanda gempa-gempa literasi, yang skalanya masih terukur. Getarannya, sekadar mencubit rutinitas kota, yang konon menurut walikotanya, Dani Pamanto, sang anak lorong, segera berbenah menjadi kota dunia.

Sesarinya, yang saya tunggu adalah, tsunami literasi, yang dalam perspektif gerakan, bagaimana memelihara gempa-gempa itu, berakumulasi menjadi tsunami. Gempa-gempa literasi itu, dipicu oleh beberapa lempengan komunitas literasi, yang secara telaten menggetar-getarkan kota Makassar. Banyak nian komunitas literasi di kota ini, lebih dari sepuluh jari tangan saya, ditambah sepuluh jari kaki saya, masih lebih dari itu jumlahnya.

Berita Terkait

Zona Nyaman, Pendidikan, dan Daya Tahan Generasi

Zona Nyaman, Pendidikan, dan Daya Tahan Generasi

19 April 2021
Takwa

Titik Temu Ketakwaan dalam Selimut Ramadan

19 April 2021

Salah satu komunitas literasi itu, bernaung di bawah payung Paradigma Institute, yang menyelenggarakan kelas literasi, tepatnya kelas menulis. Tahun 2017 ini, sudah memasuki angkatan ke-3. Capaian dari kelas menulis ini, sudah bisa diverifikasi hasilnya, berupa lahirnya penulis-penulis jebolan kelas, yang menulis di media luring, maupun daring.

Pun, ada juga yang telah menulis buku, baik fiksi maupun non-fiksi. Dan, pada perhelatan angkatan ke-3, yang memasuki pekan ke-7, Ahad, 02 April 2017, sebelum memasuki masa praktek, peserta kelas disuguhi terlebih dahulu wawasan seputar kepenulisan, salah satunya esai.

Masalahnya kemudian, tatkala para pengelola kelas mendapuk saya, untuk menjadi pemantik perbincangan teknik menulis esai.

Seintinya, di kota Makassar amat banyak penulis esai yang punya reputasi. Para esais itu, dengan segunung pengalaman bisa dimandat untuk mengampu kelas. Hingga esai ini saya tuliskan, saya masih diliputi segudang tanya, mengapa mesti saya? Nah, saya cobalah mencari pembenaran, sebagai penguat, agar saya bisa percaya diri untuk mengampu kelas.

Saya pun menduga-duganya. Pertama, lebih mudah dihubungi. Kedua, sepertinya mereka mulai percaya keampuan saya dalam menulis esai, setidaknya bisa dilihat tebaran esai saya di media. Dan, ketiga, sebaiknya saya tanya pengelola kelas.

Agar penjelasan saya tentang kepenulisan esai meyakinkan, baiklah saya kutipkan beberapa pendapat yang cukup berguna untuk memahami apa itu esai. Saya mulai dulu menebar jala pengetahuannya Alif Danya Munsy, yang nama aslinya, Yapi Tambayong, yang lebih akrab dengan nama samaran, Remy Sylado, dalam bukunya, Jadi Penulis? Siapa Takut!

Ia Membentangkan pandangan, bahwa sejatinya, esai pada awalnya, bertolak dari tradisi tulis di kebudayaan Barat. Esai dimaksudkan sebagai tinjauan analisis terhadap karya kreatif prosa. Pun, dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, lema ini dimaksudkan sebagai: “Karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya”.

Namun, menurut Alif, meski awalnya orang Indonesia menerima kata ‘esai’ ini sebagai bentuk tulisan kritikal terhadap karya-karya sastra, perkembangan berikutnya, ‘esai’ merambah ke berbagai jenis pengetahuan, yang dibahas secara kritikal, dalam sebuah tulisan analitis, spekulatif, dan interpretatif, menyangkut masalahnya yang aktual dan faktual. Sebagai tulisan kritikal, yaitu opini pribadi, yang memposisikan diri pada pertimbangan-pertimbangan objektif, esai memberikan pengetahuan populer yang dibutuhkan pembaca. Dengan begitu, esai adalah bentuk langsung dari sebuah opini.

Biar pahaman kita akan esai makin menukik, saya ajak ke alam pikiran seorang penulis produktif, Muhiidin M. Dahlan. Pada buku Inilah Esai, Muhiddin membentangkan sajadah pemahaman, bahwa Michel de Montaigne (1533-1592) yang menerbitkan edisi pertama esainya pada paruh abad 15, berjudul: “Of the Vanity of Words”, Montaigne memberikan batasan esai sebagai “percobaan”. Dari sinilah, seorang filsuf, Aldous Huxley, mengajukan pernyataan, hendak mengomentari segala hal dan tentang apa saja. Cuilan, kata Bandung Mawardi.

Lebih kongkrit Muhiddin bilang, meminjam penabalan Montaigne, esai adalah cerminan, meditasi, percobaan dalam pengungkapan gagasan yang diekspresikan dengan bahasa yang “lentur”. Sesuatu yang sifatnya longgar, tutur esais kondang, Emha Ainun Najib. Jadi, esai itu bukan karya sastra, bukan pula karya ilmiah. Zen RS mengunci dengan ungkapan,”esai di antara puisi di pojok paling kiri dan karya ilmiah di sudut paling kanan”.

Pastinya, Emha bersabda di CAKNUN.COM,”Esai itu bukan puisi. Akan tetapi esai tidak diperkenankan hadir tanpa rasa poetika. Esai bukan cerita pendek, bukan novel, bukan reportoar teater, namun esai diharuskan bercerita, diwajibkan mengekspresian suasana, itupun cerita dan suasana harus merupakan kandungan yang implisit, yang tersirat, yang samar, sebab kalau tidak: ia dituduh sebagai puisi atau cerita pendek atau novel atau reportoar teater. Demikian pun esei tidak boleh mengelak dari tanggung jawab ilmu dan pemetaan akademik, tetapi kalau esei terlalu terpaku pada hal-hal tersebut: ia akan dituduh sebagai artikel ilmiah dan dibatalkan kehadirannya sebagai esei”.

Ah, rasanya saya kunci saja pembatasan makna esai dengan menukil Ignas Kleden, dalam bukunya, Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan, pada bab 21, Esai: Godaan Subjektivitas.

Ignas menulis, “Dengan membaca sajak kita dapat terserap ke dalam suasana puitis, dan dengan membaca karya ilmiah kita berkutat dengan analisis tentang suatu obyek penelitian. Dalam dua kegiatan itu sang penyair dan sang ilmuwan menjadi tidak penting, karena yang pokok adalah karyanya. Membaca esai, sebaliknya, cenderung membuat kita teringat pada penulisnya, karena gerak-gerik, mimik, dan gestikulasi, demikian pun kegembiraan dan rasa jengkel akan muncul dalam kalimat-kalimatnya. Membaca tulisan ilmiah dan membaca sajak pada dasarnya berarti menghadapi teks, sedangkan membaca esai adalah menghadapi teks sekaligus juga berhadapan dengan penulisnya. Ilmu mengubah subjektivitas menjadi objektivitas, puisi mengubah objektivitas menjadi subjektivitas, tetapi esai menghormati kedua-duanya, menghadapi objektvitas sambil mengubah subjektivitas”.

Sebab kasad pengampuhan di kelas menulis ini bertajuk Teknik Menulis Esai, maka tak elok bila saya luput menyajikan sisi-sisi pedoman praktisnya. Anggaplah muncul pertanyaan, apa petunjuk umum dalam mewujudkan sebuah esai?

Alif menjawabnya dengan santun, pertama, mestilah terampil berbahasa Indonesia. Mengerti aturan-aturan standar EBI. Kedua, materi yang ditulis menarik, dan ketiga, masalah yang dibeber terjawab. Sebuah esai yang tidak memilki tiga kerangka pokok ini, memang tidak ‘menggigit’, atau tidak menarik untuk dibaca.

Selain itu, perlu pula diajukan prayojana, atau yang melatari kemauan kita untuk menulis. Oleh Alif didedahkan, paling tidak delapan tujuan, simpatetik: menghormati orang, karitas: membagi rasa peduli, persuasif: mendayu khalayak, provokatif: mengilik-ngilik khalayak, informatif: menerangkan pengetahuan, interpretatif: menafsir sudut lain, deputatif: penugasan dari redaksi, dan kreatif: dorongan kebebasan menulis.

Lalu, bagaimana bentuk-bentuk esai itu? Maksudnya, gaya menulis esai? Muhiddin menawarkannya dalam buku yang saya sudah sebutkan di atas. Setidaknya, ada 16 pilihan gaya. Sebaiknya, langsung saja membaca bukunya Muhiddin itu, agar esai yang dituliskan tidak mati gaya.

Selain itu, Muhiddin juga menerangjelaskan, bagaimana gaya menulis esai yang mencuri perhatian, membuka tulisan, isi batang tubuh , dan tips menutup esai. Hebatnya buku ini, karena disertai contoh-contoh dari para esais. Persis sama menariknya buku Alif yang telah saya sebutkan.

Singkatnya, bila ada yang bertanya tentang buku rujukan, maka saya merekomendasikan dua judul buku tersebut. Mengapa? Sebab, kedua pengarang itu, sangat lantip dalam membabarkan, mulai dari filosofi, hingga tataran praktis kepenulisan esai.

Sepertinya, tidak perlu berpanjang-panjang menguraikan teknik menulis esai ini. Saran saya, setelah persamuhan ini, pertama, perbanyaklah membaca karya sastra, karena akan membantu dalam alur-gaya kepenulisan. Kedua, segeralah menulis, sebab itulah tindakan yang paling nyata dari kasad kelas menulis ini, memberikan wawasan kepenulisan esai.

Tuliskan opini anda, secara langsung dalam bentuk esai, seperti kata Remy Silado. Dan, jika tak mengganggu, atau penasaran akan pengampuan saya dalam memantik perbincangan di kelas ini, bacalah esai-esai saya yang beredar di media, baik luring maupun daring. Bacalah, sembari menyiapkan peluru tanya, benarkah yang saya maksud esai itu, tercermin dalam tulisan-tulisan saya sebagai esai? Atau paling tidak, esai yang saya tuliskan ini, tentang esai, sudah layak disebut esai?


Sulhan Yusuf, Pegiat literasi dan owner Paradigma Group


Tulisan pernah ditayangkan di kalaliterasi.com pada 2 April 2017. Barisanco menayangkannya ulang sudah atas izin penulis.

Tags: EsaiSulhan YusufTips menulis
Opini Barisan.co

Opini Barisan.co

Media Opini Indonesia

Pos Terkait

Zona Nyaman, Pendidikan, dan Daya Tahan Generasi
Opini

Zona Nyaman, Pendidikan, dan Daya Tahan Generasi

19 April 2021

Ada kecenderungan orang tua masa kini tak tahan hati melihat anaknya dalam kesulitan.

Takwa
Opini

Titik Temu Ketakwaan dalam Selimut Ramadan

19 April 2021

Dimensi Takwa

Batas Samar Antara Peduli dan Usil
Opini

Batas Samar Antara Peduli dan Usil

19 April 2021

Apa beda peduli dan usil? Peduli berniat untuk membantu walaupun itu tak berarti apa-apa. Sedangkan usil terjadi saat seseorang ikut...

Petani Bertambah Banyak, Pendapatannya Turun
Opini

Petani Bertambah Banyak, Pendapatannya Turun

19 April 2021

Bagaimana dengan keberpihakan?

Load More

FOKUS

Mengintip Beberapa Negara Mengelola Aturan Hak Cipta Musik
Fokus

Mengintip Beberapa Negara Mengelola Aturan Hak Cipta Musik

by Redaksi
16 April 2021
0

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Read more
Singkat Cerita Pembajakan Musik di Indonesia

Singkat Cerita Pembajakan Musik di Indonesia

16 April 2021
Mengupayakan Titik Impas Antara Radio & Aturan Royalti

Mengupayakan Titik Impas Antara Radio & Aturan Royalti

16 April 2021

AKTUAL

4 Tips Orang Tua Menghadapi Anak Introvert
Lifestyle

4 Tips Orang Tua Menghadapi Anak Introvert

by Putri Nur
19 April 2021
0

Coba deh tips ini

Read more
Aktivis Muda Anti Perbudakan Itu Bernama Iqbal Masih

Aktivis Muda Anti Perbudakan Itu Bernama Iqbal Masih

19 April 2021
Resep Bubur Sumsum dengan Kreasi Biji Salak Ungu

Resep Bubur Sumsum dengan Kreasi Biji Salak Ungu

19 April 2021
Kepekaan

Pelatihan Ketajaman dan Kepekaan

19 April 2021
KH. Hasyim Asy’ari

7 Ramadan, Haul Sang Kiai KH. Hasyim Asy’ari

19 April 2021
Kado Ramadan untuk Lansia dari Komunitas Relawan Subang

Kado Ramadan untuk Lansia dari Komunitas Relawan Subang

19 April 2021
Mengenal Machali, Harimau Benggala Tertua di Dunia

Mengenal Machali, Harimau Benggala Tertua di Dunia

19 April 2021
Menkes: Jangan Sampai Kita Lengah terhadap Penyebaran Pandemi

Menkes: Jangan Sampai Kita Lengah terhadap Penyebaran Pandemi

19 April 2021
Enam Juta Dosis Bahan Baku Vaksin dari Sinovac Tiba di Indonesia

Enam Juta Dosis Bahan Baku Vaksin dari Sinovac Tiba di Indonesia

19 April 2021
Polri dan Interpol Buru Pria yang Mendaku Diri Nabi ke-26

Polri dan Interpol Buru Pria yang Mendaku Diri Nabi ke-26

19 April 2021

TRENDING

  • Sepak Terjang KPK Ibu Kota Bentukan Anies Cegah Korupsi di lingkungan Pemprov

    Sepak Terjang KPK Ibu Kota Bentukan Anies Cegah Korupsi di lingkungan Pemprov

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gunung Puntang, Ada Puing Sejarah Radio Terbesar di Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Petani Bertambah Banyak, Pendapatannya Turun

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kado Ramadan untuk Lansia dari Komunitas Relawan Subang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Utang Luar Negeri BUMN Meningkat Pesat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Presiden Hapus Pendidikan Pancasila & Bahasa Indonesia? Begini Tanggapan Nadiem

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bidadari dalam Cahaya Putih – Cerpen Eko Tunas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KH. Masagus Ahmad Fauzan Yayan, Lokomotif Perkembangan Islam Masa Kini di Palembang Darussalam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PPDB 2021, Pemprov DKI Prioritaskan Seleksi Berbasis Domisili

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Syiar Islam, PKB Ziarahi Makam Dewan Syuro Pertama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TENTANG KAMI

BarisanCo JNews

Media Opini Indonesia

  • Iklan
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Indeks
  • Pedoman Media Siber
  • Kode Etik

Kategori

Follow Us

Facebook Twitter Instagram

© 2021 Barisan.co - All Right Reserved

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • Opini
  • Gaya Hidup
    • Lifestyle
    • Kesehatan
    • Kuliner & Wisata
  • Ragam
    • Edukasi
    • Sainstek
    • Sastra
    • Kontemplasi
  • Humaniora
    • Video
    • Viral
    • Infografis
    • Tokoh & Peristiwa
  • Khazanah
  • Ekonopedia
  • Quran