Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Esensi Bertuhan

Redaksi
×

Esensi Bertuhan

Sebarkan artikel ini

Ketiga, Syekh Zarruq mengidentifikasi sebagai golongan yang bersandar pada pembagian dan ketentuan Allah yang sudah ditetapkan. Beliau menyebutnya sebagai maqom “ihsan”, golongan yang menyadari adanya kendali Tuhan, sehingga yang menjadi perhatian hidupnya adalah semata fana dalam tauhid.

Tanda yang ber-maqom di sini akan tampak pada ketenangannya yang luar biasa. Senantiasa pasrah menetapi semua ketentuan Tuhan, tanpa protes. Syekh Ibnu Ajibah menandai golongan ini telah berkedudukan dalam amal hakikat, yakni laku membereskan jiwa atau ruh. Maqom hakikat ini berarti menyaksikan-Nya.

Nah, nyatalah bahwa hikmah pertama Syekh Ibnu ‘Athaillah ini menandaskan sedianya kita tidak berhenti pada syariat. Karena, jika kita (merasa) amal ibadah masih sedikit, maka sedikit pula harapnya. Jika amalnya banyak, maka besar pula harapnya. Dengan kondisi demikian, bukankah tanpa sadar kita telah menyekutukan Tuhan? Sebab, sukses tidaknya keseharian hidup ini, kita sandarkan pada seberapa serius kita berusaha secara lahiriah. Kita bertumpu pada ungkapan, “usaha tidak akan mengkhianati hasil.”

Padahal Nabi Saw. bersabda, “Seseorang di antara kamu tidak akan masuk surga dengan amalnya.” Para sahabat bertanya, “Engkau juga tidak, Wahai Rasulullah?” Nabi Saw. menjawab, “Aku juga tidak, kecuali Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku.”

Begitulah, bahwa sesungguhnya kebergantungan kepada Allah merupakan bukti makrifat kepada Allah. Adapun ciri bergantung kepada-Nya, harapan kepada Allah tidak berkurang tatkala jatuh dalam kegagalan, dan niscaya harapan tidak bertambah ketika meraih sukses.  Senang susah tiada beda, toh semua berkat Dia yang Mahakehendak.

Singkatnya, laku syariat “Islam” adalah membereskan anggota badan dengan cara menjauhi larangan dan mematuhi perintah. Laku tarekat “iman” ialah membereskan hati dengan cara mengosongkannya dari kotoran-kotoran hati dan menghiasinya dengan keutamaan. Kemudian laku hakikat “ihsan” merupakan upaya mengasupi jiwa atau ruh, yakni menyadarkan diri dan merespon perintah-Nya yang ada di balik setiap yang ada.

“Ah, berat banget!” suara tiba-tiba mengemuka dari dalam hati.

Ya, memang, tapi tidak berarti tidak bisa. Sebab, barangsiapa telah sampai pada esensi Islam, tidak akan pernah merasa lelah untuk beramal. Barangsiapa telah sampai pada esensi iman, tidak akan beramal demi yang selain Dia. Dan, barangsiapa telah sampai pada esensi ihsan, tidak akan mampu berpaling kepada siapa pun selain Allah. Itulah esensi bertuhan, esensi mengabdi. Maka, ….