Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Khazanah

Fenomena Nyamuk dan Konsep Mukjizat Nabi Muhammad

:: Supardi Kafha
31 Agustus 2020
dalam Khazanah
Fenomena Nyamuk dan Konsep Mukjizat Nabi Muhammad
Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Barisan.co – Syahdan, nyamuk merupakan serangga kecil, bersayap, dan berbelalai tajam. Belalai yang tak lain sebagai pusaka untuk mengisap darah sekaligus menularkan kuman atau virus penyakit. Kita familiar dengan serangga ini. Ia beserta para kawannya acap kali menjadi musuh tidur kita. Mengusik kenyamanan kita.

Namun, Allah swt malah mengabadikannya sebagai perumpamaan. Bahkan menandaskan, “Sama sekali Allah tidak terhina untuk membuat perumpamaan nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.” (Al-Baqarah: 26).

Kenapa demikian? Gus Baha mengaitkan fenomena nyamuk itu dengan konsep mukjizat.

Mukjizat  yang sering diartikan sebagai amrun khariqun li al-‘adah—sesuatu yang menyalahi tradisi, yang dahsyat dan di luar nalar serta kemampuan manusia—kerap gagal dipahami. Mukjizat acap hanya dikaitkan dengan keluarbiasaan material inderawi, seperti tongkat Nabi Musa as yang beralih wujud menjadi ular dan sanggup untuk membelah Laut Merah. Atau unta Nabi Saleh as yang keluar dari dalam batu cadas.

BACAJUGA

kandungan surat al ashr

Kandungan Surat Al Ashr, Memaknai Sebuah Waktu di Dunia

8 Agustus 2022
prasangka buruk

Prasangka Buruk, Jauhilah! Surah Al-Hujurat ayat 12

4 Agustus 2022

Memang akal kita tak sampai, kenapa bisa sedemikian dahsyat mukjizat tongkat Nabi Musa as, dan unta Nabi Saleh as. Dan, jelas pula jawabnya: itu qudrah atau kuasa Tuhan.

Tapi Nabi Muhammad saw menolak mukjizat semacam itu. Karena, menurut paparan Gus Baha, sekira dituruti lama-lama umat Islam tidak bisa melihat kedahsyatan ciptaan Allah yang tergelar dalam keseharian. Kalau kita mengakui kekuasaan Tuhan dengan menunggu keluarbiasaan macam tongkat Nabi Musa as yang bisa dipakai untuk membelah laut, atau menunggu unta keluar dari batu gunung, maka kecelakaan besar dalam bertauhid. Kecelakaan besar dalam memahami qudratullah.

“Memangnya suatu yang normal atau biasa saja ini dalam kemampuan manusia? Tidak juga kan?” tanya Gus Baha. “Toh manusia tidak bisa bikin unta. Tidak bisa bikin laut. Tidak bisa bikin nyamuk. Jadi kalau mukjizat itu didefinisikan sesuatu yang kita tak mampu, memangnya keseharian alam ini pun kita mampu?”

Lebih jauh soal nyamuk, yang tak sekadar kecil, Gus Baha melontarkan tantangan. “Sampean semua, jika saya minta bikin patung. Kira-kira gampang mana: bikin patung nyamuk atau patung gajah? Gampang mana coba? Nyamuk juga punya alat kelamin, bagaimana menatah kelaminnya? Itu baru tantangan bikin patung, belum lagi jika Allah menantang untuk memberi nyawa. Jadi, apakah persoalan nyamuk ini tidak lebih dahsyat ketimbang tontonan mukjizat yang diperagakan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw?”

“Bagi orang alim,” ungkap sang gus, putera Kiai Nursalim, “percontohan nyamuk itu lebih dahsyat ketimbang pertunjukan tongkat Nabi Musa as yang membelah laut merah. Juga pertunjukan Nabi Saleh as tatkala mengeluarkan unta dari dalam batu. Sebab baru diminta untuk sekadar bikin patung nyamuk saja kita sudah kesulitan.”

Sungguh, betapa mencerahkan! Betapa kedahsyatan itu tidak mesti berupa khariqun li al-‘adah, yang selalu menyalahi kebiasaan. Betapa yang biasa, yang kita lihat dalam keseharian itu saja nyata-nyata di luar kemampuan kita. Betapa yang remeh itu pun bukan atas kehendak kita. Betapa kita tak pernah mengupayakan kehadiran laut, kehadiran nyamuk, dan lain sebagainya. Benar-benar sebuah kebodohan, sekira kita tak menghayati keseharian sebagai tanda kekuasaan atau ayat Tuhan.

Sehigga tak aneh, Allah pun menjelaskan bahwa iman itu sesungguhnya cukup dengan menyaksikan alam. Menyaksikan segala yang ada di langit dan di bumi. Bahwa semua yang terhampar ini di luar kemampuan manusia. Bahwa siapa pun kita, dan apa pun gelar kita, mustahil sanggup bikin seekor nyamuk.

“Itulah kenapa Quran disebut afdal al-mukjizat, mukjizat paling keren, paling hebat,” terang Gus Baha, “ya, karena al-Quran menjadikan manusia punya nalar yang lebih objektif.”

Maka, sekali lagi iman pada era Rasul saw itu tidak butuh sesuatu yang khariqun li al-‘adah. Lagian, mukjizat yang berbasis khariqun li al-‘adah itu berisiko tidak abadi, akan termuseumkan. Seperti tongkat Nabi Musa as hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Itu pun yang kebetulan terlibat. Bisa jadi, ada umat Musa as yang tak menyaksikkan pertunjukan tongkat beralih jadi ular besar yang menelan ular-ular kecil dari para tukang sihir Firaun. Sehingga paling banter kita saat ini, hanya bisa melihat tongkat Musa as itu di museum, itu pun kalau memang ada di museum.

Kemudian, logika mukjizat yang khariqun li al-‘adah juga berisiko pada umat yang akan menuntut hal yang aneh-aneh, dan justru melupakan yang inti. Bayangkan, sekira itu terjadi pada Nabi saw, dan ulama adalah pewaris nabi, maka umat akan menuntut para kiai atau para alim supaya sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa pula. Bisa terbang, misalnya, seperti Harry Potter. Maka, sekira itu dituruti, niscaya umat Islam menjadi penyanjung klenik. Dan, berbahaya bagi kelangsungan kenormalan hidup. Ingat, kasus Dimas Kanjeng.

Singkatnya, Nabi Muhammad saw, sebagaimana tuntunan al-Quran, menuntut umat untuk bisa memaksimalkan kedewasaan berpikir. Sehingga tidak zaman lagi, tanda kebenaran Allah harus ditunjukkan oleh sesuatu yang super, seperti tongkat Musa as, atau unta Nabi Saleh as. Cara berpikir qurani: keseharian hidup ini adalah pertunjukan qudrah Allah. Bahwa alam semesta adalah jalan mengenal dan beriman kepada Allah, yang kesemuanya itu merupakan kekuasaan Allah semata.

Alhasil umat Muhammad saw tak perlu ditunggui oleh mukjizat bim salabim, tapi cukup dengan penalaran akal. “Maka, semenjak kini kita harus kompromi pada nyamuk, jika perlu kita mengelus-elusnya.”seloroh Gus Baha.

Demikian.

Topik: Gus BahaMukjizat Nabi Muhammad SawTafsir Al Quran
Supardi Kafha

Supardi Kafha

Pegiat Taman Baca Masyarakat

POS LAINNYA

wakaf uang
Khazanah

Mengenal Wakaf Uang, Sejarah dan Fatwa Ulama

25 Januari 2023
Kenapa Rumput Tetangga Lebih Hijau?
Khazanah

Kenapa Rumput Tetangga Lebih Hijau?

21 Desember 2022
Serat Tripama
Khazanah

Serat Tripama dan Ajaran Tentang Cinta Tanah Air

15 Desember 2022
umur para nabi
Khazanah

Umur Para Nabi, 25 Nabi yang Wajib Diketahui Hingga Nabi Khidir dan Nabi Uzair

13 Desember 2022
kitab al-filaha
Khazanah

Kitab Al-Filaha Ibnu Awwam, Induknya Ilmu Pertanian

6 Desember 2022
buntil
Khazanah

Buntil, Makanan Khas Jawa yang Kian Langka

5 Desember 2022
Lainnya
Selanjutnya
Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Boleh Bilang ‘Anjay’ Gak?

Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Boleh Bilang ‘Anjay’ Gak?

Memahami Indikator Ketimpangan [Bagian Dua]

Memahami Indikator Ketimpangan [Bagian Dua]

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

26 Januari 2023
Demo Kepala Desa

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Dinilai Ugal-ugalan

26 Januari 2023
Normalisasi Sungai Berlanjut, Ciliwung Institute Pertanyakan Logika Kementerian PUPR

Normalisasi Sungai Berlanjut, Ciliwung Institute Pertanyakan Logika Kementerian PUPR

26 Januari 2023
Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

26 Januari 2023
Menciptakan Wirausaha Muda

Merdeka Belajar, Menciptakan Wirausaha Muda, Mengapa Tidak?

26 Januari 2023
pH Tubuh

Berbahaya Jika pH Tubuh Terlalu Asam

26 Januari 2023
sholawat bulan rajab

Lirik Sholawat Bulan Rajab Teks Arab, Latin dan Artinya

26 Januari 2023

SOROTAN

Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan
Sorotan Redaksi

Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan

:: Anatasia Wahyudi
25 Januari 2023

Di mana pun mereka berada, anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan menderita dari standard hidup yang buruk, mengembangkan lebih sedikit keterampilan...

Selengkapnya
Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

23 Januari 2023
Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

22 Januari 2023
Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

22 Januari 2023
BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

21 Januari 2023
Politik Para Pecundang

Politik Para Pecundang: Menebar dan Melempar Buah Busuk

21 Januari 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang