BARISAN.CO – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan memperoleh tambahan modal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun depan sebanyak Rp38,5 triliun. Hal itu tercantum dalam RAPBN tahun 2022, dan telah disampaikan kepada publik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Nilai tersebut lebih kecil dari yang diusulkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir beberapa waktu sebelumnya. Erick mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN sekitar Rp72 triliun.
RAPBN 2022 yang masih dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diberitakan akan memberi PMN kepada 7 BUMN. Sekitar Rp34,5 triliun kepada 5 BUMN di bawah pembinaan kementerian BUMN, dan Rp4 triliun kepada 2 BUMN di bawah pembinaan Kementerian Keuangan. Semuanya bergerak di bidang infrastruktur fisik.
PT Hutama Karya rencananya memperoleh dana terbanyak, mencapai Rp 23 triliun. Dijelaskan untuk penyelesaian konstruksi 8 ruas Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) dengan tambahan sepanjang 162 KM.
Disusul oleh PT Perusahaan Listrik Negara sebesar Rp5 triliun. Disebut untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan berupa transmisi, gardu induk, dan distribusi listrik desa.
BUMN lainnya yang akan mendapat kucuran dana PMN adalah: PT Adhi Karya, PT Waskita Karya, PT Sarana Multigriya Finansial, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, dan PT Perum Perumnas.
Menanggapi hal ini, ekonom Awalil Rizky menyampaikan pandangannya dalam acaran ulasan daring yang diselenggarakan oleh Pusat Belajar Ekonomi, pada Rabu malam (22/09/2022). Dijelaskan tentang PMN kepada BUMN serta berbagai jenis pembiayaan investasi dalam APBN selama era 2005-2022, khususnya era Pemerintahan Presiden Jokowi.
Dia menilai PMN kepada BUMN era Jokowi sebelum pandemi sudah jauh lebih besar dibanding era-era sebelumnya. Dikatakannya bahwa Pemerintah beralasan utama adanya penugasan BUMN untuk mendukung proyek strategis nasional (PSN), khususnya di bidang infrastruktur dan konektivitas.
“Kondisi pandemi ternyata tidak menghentikan kebijakan penugasan BUMN mendukung PSN. Sebelum pandemi, sebagian BUMN tersebut telah mencatatkan kinerja yang tidak sebagus ketika belum memperoleh penugasan. Pandemi memperburuknya lagi, sehingga besar kemungkinan mereka akan sangat kesulitan jika tidak diberi PMN baru,” kata Awalil.
Total PMN kepada BUMN pada periode Presiden SBY pertama (2005-2009) tercatat Rp19,04 triliun. Meningkat menjadi Rp27,9 triliun pada periode kedua (2010-2014). Bertambah hingga lebih dari 5 kali lipat pada periode Jokowi pertama (2015-2019) menjadi sebesar Rp142,77 triliun.
Ketika pandemi berlangsung tahun 2020 dan berdampak pada perekonomian dan kemampuan fiskal pemerintah, PMN kepada BUMN tetap diberikan sebesar Rp31,29 triliun. Nilainya lebih besar dari tahun 2019. Diprakirakan terus bertambah pada tahun 2021 yang sedang berjalan ini, menjadi Rp71,19 triliun. Dan diusulkan sebesar Rp38,5 triliun pada tahun 2021.
Awalil menilai kebijakan ini terpaksa diambil karena beberapa BUMN besar yang memperoleh penugasan PSN telah mengalami kesulitan keuangan. Dari sebelumnya sudah kurang bagus menjadi lebih buruk karena pandemi. Dicontohkannya, PT Hutama Karya yang jika outlook 2021 terealisasi dan usulan RAPBN 2022 diterima, maka sejak 2015 menerima sebesar Rp75,30 triliun. Merupakan PMN terbanyak yang pernah diberikan pada satu BUMN.
Contoh lainnya tentang kemungkinan kesulitan keuangan tengah dialami oleh BUMN adalah PMN kepada PT. Waskita Karya. Semula tidak dialokasikan pada APBN 2021, namu di pertengahan tahun berjalan, rencananya akan memperoleh Rp6,90 triliun. Dan diusulkan lagi sebesar Rp3 triliun dalam RAPBN 2022.