“Pemerintah memang memublikasi sebagian besar data ekonomi Indonesia melalui berbagai laman Kementerian dan Lembaga. Akan tetapi, cara penyajian pada umumnya tidak user friendly bagi publik. Bahkan, kebanyakan perlu diolah lebih dahulu.” Awalil Rizky
BARISAN.CO – Awalil menjadi narasumber webinar Pusat Belajar Rakyat yang rutin diadakan setiap hari Rabu. Webinar yang memiliki tujuan khusus sebagai sarana pembelajaran ekonomi bagi publik. Tema yang diangkat pada Rabu (1/12/2021) adalah “Misteri Nilai Aset Pemerintah”.
Pilihan istilah misteri dijelaskannya untuk menggambarkan kesulitan memahami data tentang aset pemerintah. Tidak hanya bagi publik, ekonom pun harus mengolahnya lebih dahulu dari publikasi yang tersedia. Sumber yang tersedia cukup lengkap hanya berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahunan. Dokumen LKPP tiap tahun mencapai 800-an halaman.
“Untuk mengetahui perkembangan nilai aset pemerintah pusat saja, kita perlu mengunduh beberapa dokumen, dan kemudian mengolahnya,” papar Awalil.
Dinilai olehnya, pengolahan data menjadi tidak mudah, ketika ingin menelisik lebih lanjut rincian dari aset, seperti jenis aset, perpindahan tangan aset, penilaian kembali nilai aset, dan lain sebagainya.
Hal ini menurutnya tidak hanya dalam hal data aset negara yang memang kurang banyak diminati oleh publik, melainkan mengenai data-data yang sebenarnya sering menjadi perdebatan. Dicontohkannya, soal data umum tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kurang tersedia dalam laman Kementerian BUMN. Padahal, isyu tentang utang dan kinerja keuangan beberapa BUMN yang sangat buruk sedang mengedepan.
Awalil membandingkan dengan data-data yang disajikan oleh laman lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF) dan World Bank. Laman mereka memanjakan pembelajar ekonomi antara lain karena dapat diunduh dalam bentuk Excel atau CSV, sehingga sangat mudah diolah. Bahkan tersedia, gambar atau grafik jika diinginkan.
“Laman kedua lembaga tersebut bisa dikatakan menyediakan data ekonomi Indonesia secara lebih mudah dan terinci dibanding laman Kementerian/Lembaga di Indonesia sendiri,” nilai Awalil. Tingkat kesulitan mengakses data dan jika tersedia dengan cara penyajian yang tak ramah pengguna, akan menyulitkan bagi para pengamat dan pembelajar ekonomi Indonesia.
Awalil menuturkan pengalamannya sebagai pengamat ekonomi, terutama tentang keuangan negara. Dia terpaksa mengunduh puluhan dokumen yang umumnya berbentuk PDF, kemudian memindah satu persatu data yang dianalisis dalam file Excel, baru kemudian bisa diolah. “Bagaimana diskusi publik yang sehat tentang utang pemerintah dan BUMN bisa berlangsung, jika data resmi tidak tersedia atau tidak mudah dimengerti,” lanjutnya.
Dicontohkan dalam webinar tentang berbagai aspek terkait aset Pemerintah, yang diolahnya secara cukup bersusah payah.
“Berapa sih aset pemerintah berupa tanah dan bangunan? Benarkah jalan itu memang bertambah signifikan sebagaimana yang banyak dinarasikan. Bagaimana menilainya, baik itu nilai rupiah maupun fisik seperti panjang jalan. Kemudian ada informasi tentang penilaian kembali nilai aset atau revaluasi yang tidak banyak diketahui oleh publik,” tambah Awalil.
Ia melanjutkan bagaimana pengaruh terhadap aset neraca apabila sebagian aset seperti jalan dijual atau disewakan. Atau terkait nilai aset pemerintah pada BUMN, jika beberapa BUMN membentuk holding. Termasuk jika BUMN dijual atau dilikuidasi.
Di penghujung webinar, Awalil menyarankan agar Pemerintah memperbaiki penyajian data ekonomi dan meningkatkan keterbukaannya. Dia juga mengajak semua pihak terus mempelajarinya dengan serius, sehingga diskusi publik berlangsung makin sehat. Awalil meyakini jika itu dilakukan, maka akan menjadi salah satu jalan perbaikan bagi pengelolaan ekonomi negeri. [rif]