Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Islam Tersebar di Sulawesi Selatan dengan Cara yang Unik

Redaksi
×

Islam Tersebar di Sulawesi Selatan dengan Cara yang Unik

Sebarkan artikel ini

Karaeng Ambibiah kemudian menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan dan memerintahkan rakyatnya untuk menganut Islam. Dengan begitu, keluarga istana kerajaan dan rakyat turut menganut Islam.

Dato Tiro dalam menyebarkan Islam menggunakan pendekatan tasawuf. Ini dipilih untuk merespons tradisi masyarakat Tiro yang mengutamakan mistik kebatinan yang diperoleh lewat samadi. Dato tiro kemudian berusaha memurnikan sistem mistik kebatinan yang saat itu berpusat di Gunung Bawakaraeng dengan pendekatan kepada Allah semata.

Konsep tasawuf dianggap sesuai dengan kondisi masyarakat Tiro yang masih pemula dalam berislam karena langsung mengajarkan inti Islam. Model tasawuf dalam beberapa segi memiliki kesamaan dengan kepercayaan lama. Ini juga menjadi alasan sehingga masyarakat tiro bahkan Bulukumba secara umum mudah menerima Islam, sekaligus menandai keunikan dan kelebihan Datuk Tiro dalam mengenali medan dakwah yang dihadapinya. Proses pengislaman berlangsung hanya sekitar dua tahun.

Kolaborasi yang baik antara Raja Tiro dan Datuk Tiro menyebabkan Islam tersebar dengan cepat di Bulukumba. Kolaborasi tersebut menjadikan kerajaan di sekitar Tiro terbuka menerima Islam, misalnya Kerajaan Bira.

Raja Bira ke V Bakka Daeng Burane akhirnya menerima Islam, usaha penyebaran Islam ternyata tidak hanya berhenti di daerah Bulukumba tetapi juga menjangkau Bantaeng dan Kerajaan Tellu Limpoe atau Sinjai.

Pada masa itu bisa disebut Kerajaan Tiro bertindak sebagai pusat penyebaran agama Islam di bagian selatan wilayah Sulawesi Selatan. Masyarakat di luar Tiro bahkan di luar Bulukumba banyak yang datang ke Tiro untuk belajar Islam.

Dalam fase yang sama Datuk Tiro menjadikan masjid sebagai pusat penguatan pendidikan Islam. Maka dibangunlah masjid yang letaknya berdekatan dengan mata air yang ditemukan Datuk Tiro. Mata air ini di kemudian hari menjadi tempat permandian air tawar.

Pendidikan keagamaan yang intens di masjid dan rumah-rumah menyebabkan sisa-sisa kepercayaan lama yang masih sering dipraktikkan perlahan ditinggalkan.

Bagi siapapun yang membaca tulisan ini, tidak perlu memposisikannya sebagai tulisan sejarah, ini adalah catatan ringan untuk menjaga ingatan kolektif kita bahwa Islam di Sulawesi Selatan memiliki dinamika yang unik. Semoga yang membaca tulisan ini sedang ditemani oleh secangkir kopi, nikmati kopi Anda sambil mencerna tulisan ini, salam.