BARISAN.CO – Sejak 2006 Indonesia memeringati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Latar belakang peringatan ini adalah longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi, Jawab Barat pada 21 Februari 2005.
Peristiwa itu merenggut nyawa 157 jiwa dan menghapus kampung Cilimus dan Pojok dari peta. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) kemudian mencanangkan 21 Februari sebagai HPSN.
Peringatan HPSN merupakan komitmen pemerintah dalam mengatasi sampah di Indonesia. HPSN menjadi momentum untuk membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle).
Saat itu, pemerintah juga menargetkan Indonesia bebas sampah pada tahun 2020. Mereka menggandeng semua pihak dari para penggiat lingkungan, organisasi, komunitas, hingga instansi swasta untuk bersama – sama mewujudkan cita – cita tersebut.
Dari Sabang sampai Merauke, mereka bergerak bersama – sama membuat sejumlah kegiatan. Seperti bersih-bersih lingkungan, memungut sampah di tempat – tempah umum, edukasi sampah dan pengelolaanya di sekolah-sekolah, kampus, dan kampung –kampung.
Salah satu penggiat lingkungan yang melakukannya adalah Ranitya Nurlita. Perempuan berprestasi asal Brojonegoro, Jawa Timur ini sudah menekuni bidang lingkungan sejak 2011.
Ia tertarik dengan isu lingkungan sebab saat itu masih sedikit anak muda yang terjun di bidang ini. Padahal kondisi lingkungan saat itu sudah memprihatinkan.
Lita – begitu dia biasa dipanggil – melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalah sampah di Indonesia. Dia pernah terlibat dalam kampanye pengurangan kantong plastik di negara – negara ASEAN.
Project –nya yang bernama ASEAN Reusable Bag Campaign (ASEAN RBC) mendapatkan dana hibah saat mengikuti YSEALI (Youth South – Eaest Asian Leaders Initiative). Program ini diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.
Setiap tahun YSEALI mengadakan kompetisi Seed for the Future yang menghadiahkan setiap pemenangnya dana hibah untuk mengimplementasikan gerakan yang digagas. Dan ASEAN RBC berhak mendapatkan dana hibah itu.
Program ASEAN RBC adalah mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kantong belanja sekali pakai. Dengan begitu dapat mengurangi produksi sampah plastik di Indonesia.
Perjuangan Lita tak sampai sini. Ia juga membuat broad game tentang lingkungan, bernama Sahabat Alam Broad Game. Programnya berupa menumbuhkan kesadaran masyakarak akan gaya hidup ramah lingkungan di kampus, kantor, dan sekolah.
Pada 2019, project tersebut mendapatkan hibah. Targetnya akan dilakukan pencetakan broad game masal agar bisa didistribusikan ke seluruh komunitas yang ada di Indonesia. Sayangnya, project tersebut mandek karena pandemi.
Lita kemudian sadar, selama ini ia hanya menyelesaikan masalah sampah hanya di hulu dengan mengubah pola pikir masyarakat. Padahal harusnya persoalan sampah harus diselesaikan sampai hilir. “Harus dikasih solusi. Penyelesainnya seperti apa?” kata pemuda utama Jawa Timur bidang lingkungan ini.
Maka ia membuat Waste Solution Hub, inisiasi sosial tentang pengelolaan sampah di kawasan Tanggerang Selatan. Program ini membuat sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
“Intinya kami tidak mau membawa linier economy, yang dimulai dari produksi, konsumsi tapi berakhir di TPA. Jadi kami mengusung circular economy, mulai produksi, konsumsi, tapi tidak masuk ke TPA melainkan masuk ke industri lagi untuk di-recycle,” papar mahasiswi S2 Kebijakan Publik School of Government and Public Policy (SGPP) Indonesia ini.
Waste Solution Hub saat ini fokus pada pelayanan dan konsultasi, di antaranya menangani pengelolaan sampah pada suatu kegiatan. Biasanya suatu kegiatan atau event menghasilkan sampah, maka Waste Solustion Hub menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap produksi sampah agar tidak masuk ke TPA.