Saya tertarik dengan kata-kata Anies Baswedan mengenai pelajar yang tertangkap saat demo Omnibus Law untuk tak dikeluarkan dari sekolah. Ia menyampaikan para pelajar tersebut harus banyak mendapat perhatian dari sekolah, bukan dikeluarkan. Kata-kata tersebut mengingatkan saya sebuah kutipan dari novel berjudul Binorrow: Tongkat Musa dan Tujuh Roh Boome yaitu: “Jika tujuan sekolah untuk mencerdaskan, kenapa mereka hanya menerima murid yang pandai?”
Kita sering kali dengan mudahnya menganggap anak yang tak sesuai dengan norma sekolah, tak layak untuk sekolah. Padahal tujuan dari sekolah itu salah satunya membentuk anak melalui pendidikan yang didapatkan di sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini, sangat disayangkan, kebanyakan sekolah ketika mereka “berulah” dianggap nakal dan jalan satu-satunya adalah memberikan hukuman. Padahal bukan itu caranya.
Ajak bicara, dengarkan, dan nasehati. Bukankah itu tujuan dari pendidikan? Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3. Selain itu, perlu diingat pasal 31 ayat (1) UUD 1945: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Jadi, jangan renggut hak mereka dengan ancaman DO dari sekolah bagi mereka yang ikut demo kemarin.
Sayangnya, terkadang keputusan cepat yang diambil dengan memberikan hukuman bahkan sanksi seperti DO malah menjadikan anak semakin jauh bahkan membenci sekolah. Hal ini malah menjadi kekhawatiran bahwa anak tidak lagi mendapat tempat di lingkungan sekitar akibat tidak bersekolah. Seharusnya, baik orangtua maupun pihak sekolah, dapat memberikan tempat agar anak mendapatkan pendidikan.
Hal menyebalkan yang sering kali dilakukan oleh masyarakat kita adalah melarang tanpa memberi penjelasan apapun. Contohnya: “Nak, jangan kesitu! Nanti jatuh,”
Lho! Memangnya kenapa kalo kesitu, kok bisa jatuh? Memang ditempat lain anak tidak bisa jatuh?
Begitupun dengan anak yang ikut demo. “Nak, jangan ikut demo!” Apakah orangtua maupun sekolah sudah memberikan penjelasan tentang alasan melarang anak demo? Belum tentu. Karena kebanyakan kita lebih fokus pada pelarangan dibandingkan penjelasan sehingga anak ingin tahu lebih jauh alasannya dilarang.
Banyak komentar di media sosial yang menyudutkan, seakan anak-anak yang ikut demo tidak tahu apa-apa soal Omnibus Law. Ya, mungkin saja. Namun apakah kita yang berkomentar lebih tahu dan mau menjelaskan kepada mereka? Belum tentu.
Pada akhirnya, kita hanya sibuk menyalahkan para pelajar tersebut. Padahal memberikan pengarahan dan perhatian kepada generasi penerus bangsa ini adalah tugas kita bersama. Namun, kadang kita enggan karena sudah menganggap mereka “nakal” atau bahkan sok jago dengan ikut demo seperti.
Mari merenung sejenak. Berapa banyak anak-anak yang harus menggantung seragam mereka karena harus membantu orang tua bekerja? Berapa banyak anak-anak yang kehilangan arah setelah mereka tidak mendapatkan pendidikan di sekolah? Bukankah tujuan sekolah itu untuk mencerdaskan? Kenapa malah yang tersesat karena tak paham isi Omnibus Law seperti mereka tak diberi perhatian lebih?
Kita semua selaku orang dewasa—yang telah maupun akan menjadi orangtua—seharusnya ikut serta memberi perhatian kepada para pelajar. Bukan bersikap masa bodoh. Jika ada anak-anak yang tersesat, bantu mereka. Bukan dengan menggunjing bahkan dengan memberi sanksi. []